Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menegaskan Payment ID masih dalam tahap uji coba untuk program pemerintah, salah satunya bantuan sosial nontunai (bansos nontunai). Program bansos nontunai itu akan diluncurkan oleh pemerintah pada September 2025 di Banyuwangi, Jawa Timur.
"Sampai hari ini belum ada Payment ID. Kita masih kalau dalam bahasa digital itu sand box, uji coba, eksperimen. Itu yang kita masih kerjakan di Bank Indonesia. Dukungan yang kita berikan use case terkait dengan uji cobanya itu bansos nontunai,” ujar Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Dicky Kartikoyono kepada wartawan, Selasa (12/8/2025).
Uji coba yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk membantu program pemerintah yakni bansos nontunai yang merupakan kewenangan pemerintah. Penyaluran bansos nontunai yang akan diluncurkan itu dikabarkan melalui pendekatan baru.
"Persis pendekatannya seperti apa tolong dicek. Kita lagi tunggu. Kayak apa yang harus kita bantu dengan melihat data yang ada di sistem keuangan,” ujar dia.
Ia menegaskan, uji coba dilakukan untuk mengidentifikasi dari apa yang selama BI sudah punya. Selain itu, untuk menerapkan Payment ID juga membutuhkan aturan antara lain Peraturan Bank Indonesia (PBI), aturan turunan hingga petunjuk teknis (juknis).
"Bank Indonesia sejak dulu berada di bawah Undang-Undang Rahasia Bank. Kenapa? Rahasia bank itu berkaitan dengan sistem keuangan. Kalau tidak ada kerahasiaan bank siapa yang mau simpan. Kalau ada pembukaan (data-red) rekening itu kalau ada masalah hukum," kata Dicky.
Dicky menegaskan, kerahasiaan data individu sangat penting dalam sistem keuangan karena tulang punggung bisnis lembaga keuangan. Dengan demikian, kerahasiaan data sangat dilindungi.
"Harus dengan persetujuan dari pemilik datanya, tidak bisa sembarangan. Itu backbone bisnis kepercayaan yakni bisnis perbankan. Bahkan sekarang keluar UU Perlindungan Data Pribadi, privacy itu dilindungi betul, dan hanya bisa digunakan sesuai dengan persetujuan pemiliknya ini yang kami jaga betul,” kata dia.
Tak Melihat Data Pribadi
Selain itu, Dicky mengatakan, uji coba dilakukan agar kebijakan sesuai aturan dalam dunia digital dan tetap menjaga data pribadi nasabah.
"Yang namanya uji coba mendalami kita tetap comply di dunia digital ini melakukan layanan terbaik kepada masyarakat. Mengamankan keseluruhan ekosistem dan sistem keuangan,” dia menambahkan.
Dicky juga menegaskan, pihaknya tidak akan melihat data pribadi nasabah meski tugasnya melakukan kebijakan publik. “Tidak akan dilakukan. Kita ingin tahu pertumbuhan industri sepatu, perhotelan dan kafe, tetapi tidak pernah melihat data individu,” ujar dia.
Payment ID Bakal Bikin Penyaluran Bansos Lebih Tepat Sasaran
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) bakal meluncurkan Payment ID pada 17 Agustus 2025. Yang akan menjadi sistem identifikasi keuangan digital untuk mencatat setiap transaksi pembayaran berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai, penerapan Payment ID dalam penyaluran bansos (bantuan sosial) di semester II 2025 berpotensi membawa dampak signifikan bagi masyarakat, baik dari sisi kemudahan akses maupun aspek keamanan data pribadi.
"Dari perspektif manfaat langsung, Payment ID yang dirancang Bank Indonesia sebagai unique identifier akan mempermudah verifikasi penerima bansos dan memastikan bantuan tepat sasaran," ujar Josua kepada Liputan6.com, Senin (11/8/2025).
Menurut dia, dengan penggabungan data profil individu dan data transaksi yang granular, pemerintah dapat mengurangi risiko penerimaan ganda atau salah sasaran.
"Proses pencairan pun menjadi lebih cepat karena identifikasi dan autentikasi penerima dapat dilakukan secara real-time, meminimalkan hambatan administratif yang selama ini sering menghambat penyaluran bansos," imbuhnya.
Dari sisi perlindungan data pribadi, dia menambahkan, Payment ID selaras dengan arah BSPI 2030 yang menempatkan keamanan siber, integritas transaksi, dan perlindungan konsumen sebagai prioritas.
Standardisasi Pengumpulan Data
Sistem ini mengadopsi data capturing berbasis standar ISO 20022, yang memungkinkan data dikumpulkan secara terstandardisasi dan terenkripsi, baik melalui mekanisme berkala maupun sesuai permintaan.
"Penerapan consent-based access pada BI-Payment Info juga memberi kontrol lebih besar kepada pemilik data. Sehingga akses pihak ketiga hanya dapat dilakukan dengan persetujuan eksplisit penerima bansos," kata Josua.
Meski demikian, ia menyebut penerapan Payment ID tetap memerlukan penguatan tata kelola dan mitigasi risiko kebocoran data.
Josua menyatakan, potensi tantangan pemanfaatan Payment ID muncul pada integrasi lintas sistem antara pemerintah, perbankan, dan penyedia jasa pembayaran.
Ia menilai, jika itu tidak dikelola dengan baik maka berpotensi meningkatkan risiko serangan siber atau penyalahgunaan data.
"Oleh karena itu, keberhasilan implementasinya akan sangat ditentukan oleh kolaborasi erat antara BI, kementerian terkait, dan industri pembayaran. Disertai peningkatan literasi digital masyarakat agar mereka memahami hak, kewajiban, serta cara menjaga keamanan identitas digital mereka saat menerima bansos," tuturnya.