Liputan6.com, Jakarta Pemerintah membuka peluang adanya 1,7 juta lowongan kerja di luar negeri yang tersedia di 100 negara. Informasi lowongan kerja itu mulanya disampaikan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding beberapa waktu lalu.
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi menilai, potensi lapangan kerja di luar negeri tersebut jadi prospek potensial bagi tenaga kerja Indonesia (TKI). Menurutnya, Pemerintah RI berani mengeluarkan statemen itu lantaran sudah punya ikatan government to government (G2G) dengan pemerintahan di negara lain.
"Kalau legal formal dari pemerintah itu ada jaminan-jaminan. Karena resmi, ada G2G. Kalau sudah G2G itu aman, artinya enggak sembarangan. Apalagi pekerjaan-pekerjaannya sudah diseleksi sejak awal," ungkap Tadjudin kepada Liputan6.com, Kamis (24/4/2025).
Tadjudin mengatakan, negara-negara tersebut pastinya sudah punya pertimbangan matang untuk berani menawarkan prospek kerja bagi para TKI. Meskipun, Kementerian P2MI sejauh ini belum lagi memberikan update seputar 1,7 juta lapangan kerja itu.
"Sampai negara itu berani mengatakan kepada pemerintah Indonesia, kami butuh tenaga kerja Indonesia 1,7 juta, berarti dia di sana menjamin kekurangan tenaga kerja, dan menjamin keberadaannya. Dia yang minta lho kalau menurut P2MI," ucapnya.
Kondisi Global Tidak Baik-Baik Saja
Ia tidak memungkiri situasi global saat ini sedang tidak baik-baik saja, gara-gara adanya perang tarif. Imbas kebijakan tarif masuk yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Namun, beberapa negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan disebutnya bakal tetap aman. Lantaran punya basis industri kuat yang kebutuhan sokongan tenaga kerjanya semakin membesar.
Terkhusus Jepang, yang menurut Ikatan Pengusaha Kenshuusei Indonesia (IKAPEKSI) menawarkan adanya sekitar 150 ribu lowongan kerja. Keamanan bekerja di Jepang pun turut diamini oleh Tadjudin.
"Duta besar Jepang mengatakan, welcome tenaga kerja Indonesia ke Jepang karena membutuhkan tenaga kerja. Pada kenyataannya banyak anak muda kita yang bekerja di sana. Berarti jaminannya ada," tegas dia.
Tuntut Kepastian dari Pemerintah
Meskipun demikian, pengamat ketenagakerjaan lainnya, Timboel Siregar tidak mau menelan mentah-mentah informasi adanya 1,7 juta lowongan kerja bagi para TKI di luar negeri.
Timboel mengapresiasi jika pemerintah benar-benar bisa menyediakan lapangan kerja sebegitu besarnya di negeri orang. Namun, hingga saat ini pemerintah belum lagi menyampaikan update seputar informasi tersebut.
Takutnya, ia khawatir pekerjaan itu justru jadi kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) seperti yang dilakukan beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN.
"Itu harus di-list, pekerjaannya apa, di negara mana. Ini harus dikonfirmasi oleh KBRI kita, betul enggak. Jangan sampai dapat informasi ditelan begitu saja. Menteri Karding bilang mau menyetop ke Kamboja, Thailand, Laos karena di sana ada TPPO," bebernya kepada Liputan6.com.
Kendati begitu, Timboel tidak begitu mencemaskan dampak perang tarif terhadap lowongan kerja yang ada di luar negeri. Sebab, ia meyakini beberapa sektor yang masih membutuhkan tenaga kasar dari Indonesia, semisal pertanian hingga kesehatan, tidak akan begitu terdampak olehnya.
"Paling dia bekerja di bagian-bagian yang memang butuh perawatan, perawat-perawat, atau pekerja yang di sektor perkebunan seperti itu. Yang tentunya produk yang dihasilkan di situ tidak terganggu perang tarif," ungkap dia.
"Tapi yang kita harapkan kan adalah pekerjaan yang skillfull, yang memang bisa lebih memastikan pekerja ini bisa mendapatkan upah relatif lebih baik, berbasis pada skill," dia kembali menekankan.
Menaker Siap Support Pelatihan
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli juga telah mengkonfirmasi adanya potensi 1,7 juta lowongan kerja bagi pekerja Indonesia. Untuk itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) siap membuat program pelatihan bagi para calon tenaga kerja Indonesia, jika memang ada kebutuhan besar dari luar negeri.
"Sudah, sudah. Jadi kita akan support pelatihannya nanti," kata Menaker Yassierli saat ditanyai oleh Liputan6.com di Jakarta beberapa waktu lalu.
Untuk urusan kepelatihan, Kemnaker menyerahkan kepada Kementerian P2MI untuk menyusun formatnya. Setelahnya, Kemnaker bakal memberikan dukungan dalam bentuk tenaga instruktur hingga proses sertifikasi.
"Nanti kita support, karena kan kita yang selama ini dalam bidang pelatihan kita punya modalitasnya, kemudian kita punya skema-skema untuk sertifikasi, instruktur dan seterusnya. Tapi kolaborasi intinya," bebernya.
Hanya saja, Yassierli belum memetakan secara pasti bagaimana potensi lapangan kerja untuk 1,7 juta TKI, yang tersebar di 100 negara. "Kita harus lihat nanti di pak Karding, tentu ada tahapannya. Kita nanti ketemu sama pak Karding," pungkasnya.