Liputan6.com, Jakarta Group-IB merilis Laporan Tren Kejahatan Berteknologi Tinggi 2025 (High-Tech Crime Trends Report 2025). Group-IB adalah pengembang teknologi keamanan siber untuk menyelidiki, mencegah, dan memerangi kejahatan digital.
Dalam laporan terbarunya, Group-IBmengungkapkan kejahatan siber tidak lagi merupakan kumpulan insiden yang terisolasi, namun telah berkembang menjadi reaksi berantai yang kompleks dan mandiri di mana ancaman regional, seperti spionase yang disponsori suatu negara, ransomware, pasar gelap, dan kejahatan siber yang digerakkan oleh AI, saling memperkuat dan mempercepat satu sama lain.
CEO Group-IB Dmitry Volkov menjelaskan, Laporan Tren Kejahatan Berteknologi Tinggi 2025 menggambarkan bahwa kejahatan siber bukanlah serangkaian insiden acak, melainkan reaksi berantai di mana setiap serangan memperkuat serangan berikutnya.
Geopolitik tidak stabil akibat spionase, yang dipicu oleh pelanggaran data, sementara pada saat yang sama ransomware mengeksploitasi pelanggaran ini, semuanya berkontribusi pada lanskap ancaman dunia maya yang terus berkembang.
"Organisasi harus mengadopsi strategi keamanan proaktif, memperkuat ketahanan siber, dan menyadari bahwa setiap ancaman siber menjadi bagian dari pertempuran yang lebih besar dan saling terkait," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat (14/2025).
"Untuk mengurangi ancaman ini, kita harus memutus siklusnya dengan meningkatkan kerja sama dan membangun kerangka kerja global untuk memerangi kejahatan siber.” tambah dia.
Jaringan Kriminalitas Dunia Maya
Laporan Group-IB mengungkapkan lonjakan serangan Ancaman Persisten Tingkat Lanjut (Advanced Persistent Threat/APT) sebesar 58% antara tahun 2023 dan 2024, dengan lebih dari 20% menargetkan kawasan Asia-Pasifik. Indonesia mengalami jumlah serangan siber terkait APT tertinggi kedua pada 2024, menyumbang 7% dari semua insiden di kawasan ini, sementara Malaysia menyumbang 5%.
Pada Mei 2024, kelompok APT Korea Utara, Lazarus, mencuri lebih dari USD 308 juta dalam bentuk mata uang kripto dari platform DMM Jepang. Sementara itu, kelompok APT yang baru muncul, DarkPink, menargetkan jaringan pemerintah dan militer, mencuri dokumen rahasia, menginfeksi perangkat USB, dan mengakses aplikasi perpesanan pada mesin yang disusupi.