Liputan6.com, Jakarta - Sritex Group telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap total 11.025 pekerja secara bertahap sejak Agustus 2024. Aksi PHK ini terjadi pada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo, PT Primayuda Mandirijaya di Boyolali, PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, dan PT Bitratex Industries di Semarang.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, meluapkan kekecewaan terhadap kebijakan PHK massal yang dilakukan PT Sri Rezeki Isman Tbk atau Sritex menjelang Hari Raya Idulfitri.
"Saya terus terang hari ini merasa sangat sedih sekali ketika saya melihat paparan dari Pak Menteri Tenaga Kerja, di sini disampaikan bahwa uang pesangon uang penghargaan masa kerja dan lain-lain itu akan terhutang dan akan dibayar dari hasil penjualan aset. itu lagu lama memang sudah seharusnya begitu. tapi kurator memang seperti itu kelakuannya," kata Irma dalam rapat kerja Kementerian Ketenagakerjaan dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Pola PHK menjelang Lebaran ini terus berulang karena tidak ada regulasi yang benar-benar memberikan efek jera bagi perusahaan yang bertindak sewenang-wenang ke karyawan.
Irma pun mendesak agar dalam revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan ke depan, perlu dimasukkan klausul sanksi tegas bagi perusahaan yang melakukan PHK secara tidak manusiawi.
Klausul Punishment
"Perusahaan juga seperti itu kelakuannya. 1-2 bulan menjelang Lebaran selalu melakukan PHK. Nanti di Undang-Undang Tenaga Kerjaan yang baru, ini harus masuk dalam klausul, perusahaan yang melakukan tindakan amoral yang seperti ini, ini harus ada punishment yang jelas," tegas Irma.
Irma menyoroti betapa kejamnya PHK yang dilakukan menjelang Lebaran. Menurutnya, keputusan Sritex sama sekali tidak menunjukkan empati kepada para pekerja yang tengah berpuasa dan bersiap merayakan Idulfitri bersama keluarga.
"Ini mau hari raya, sama sekali tidak menghormati orang yang sedang berpuasa yang juga akan Hari Raya. Tiba-tiba PHK ini kelakuan ini sudah bertahun-tahun terjadi begini dan terjadi pembiaran. Jadi tidak heran saya kalau ini terus dilakukan," tambahnya.
Sritex Punya 11 Anak Perusahaan, Tapi Tak Mau Bayar THR?
Di sisi lain, salah satu hal yang membuat Irma semakin geram adalah Sritex memiliki 11 anak perusahaan. Namun, alih-alih menggunakan dana dari anak perusahaannya untuk membayar THR pekerja yang terdampak PHK, Sritex justru menyerahkan seluruh tanggung jawab kepada pemerintah.
"Dan saya mendengar dari kurator, bahkan ada anak perusahaan Sritex yang juga menagih hutangnya kepada Sritex. yang pailit ini. Artinya Sritek ini gak bertanggung jawab dengan pekerjanya dan melimpahkan tanggung jawabnya kepada pemerintah ini kurang ajar, ini perusahaan dari 11 perusahaan itu, harusnya dia gak bisa memberikan THR kepada pekerja yang ter-PHK," paparnya.
Menghindar dari Kewajiban
Irma menilai, seharusnya Sritex tidak bisa begitu saja menghindar dari kewajibannya. Perusahaan harus melakukan realokasi anggaran dari anak-anak perusahaannya untuk membayar hak-hak pekerja yang terkena PHK.
"Dari 11 perusahaan yang lain realokasikan anggarannya jangan semua ditimpakan kepada pemerintah. Jangan mentang-mentang pemerintah mensupporting sedemikian besar karena Sritek ini punya pekerja yang besar dan dianggap menjadi aset nasional terus semuanya diserahkan kepada pemerintah. Ngemplang pajak, pinjem uang segitu besar, perusahaannya juga banyak tapi gak mau bayar uang THR, kan ada perusahaannya yang lain yang bisa dimintai pertanggung jawaban untuk bisa bagi-bagi THR," serunya.
Sritex Harus Ditekan
Irma juga meminta Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer untuk menekan pihak Sritex agar bertanggung jawab.
"Pak Wamen yang bolak-balik ke sana tekan, tekankan kepada perusahaan jangan merugikan pemerintah. untungnya mereka makan, tapi ketika rugi mereka serahkan semuanya kepada pemerintah. Ini gak fair," ujar Irma.
Dia juga menegaskan menunggu keputusan kurator bukanlah solusi bagi ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan.
"Bagi saya nggak masalah tapi ada dong empati, ada dong tanggungjawab mereka. karena jangan semuanya diserahkan kepada pemerintah, nunggu kurator. ya kalau nunggu kurator saya yakin, pasti lebaran lewat secepat-cepatnya kurator," terangnya.
Jadi Beban Negara
Lebih lanjut, Irma mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menangani kasus ini. Dia meminta agar tidak ada perbedaan, sehingga nantinya jika ada perusahaan lain yang pailit bisa saja meminta perlakuan serupa, yang justru akan menambah beban negara.
"Nanti perusahaan-perusahaan lain juga akan minta diperlakukan sama. hati-hati jangan terjadi ada pembedaan nanti dan pemerintah, saya kira Menteri Tenagakerjaan juga harus hati-hati juga kenapa maraknya PHK perusahaan-perusahaan lain kita yang pailit ini kenapa? Tolong diinvestigasi. Diinvestigasi kemudian cari jalan keluarnya," Irma mengakhiri.
Reporter: Ayu
Sumber: Merdeka.com