Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turun 23 poin atau 0,14% menjadi 16.428 pada perdagangan Kamis (31/7/2025). Rupiah sempat di posisi 16.405 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menuturkan, pelemahan rupiah dipengaruhi sikap pasar yang mencerna keputusan kebijakan terbaru Federal Reserve (The Fed) dalam Federal Open Market Committee (FOMC) Juli 2025.
"Seperti yang diantisipasi, Fed mempertahankan suku bunga kebijakan tidak berubah pada 4,25-4,50 persen," kata dia seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis.
The Fed merevisi prospek ekonomi AS dengan mencatat data terbaru menunjukkan moderasi dalam aktivitas ekonomi selama paruh pertama tahun ini, bergeser dari karakterisasi pertumbuhan sebelumnya sebagai “solid".
Dalam FOMC, Christopher Waller dan Michelle Bowman selaku dua pejabat The Fed mendukung penurunan suku bunga pada Juli 2025 yang sempat meningkatkan ekspektasi pasar atas potensi penurunan suku bunga pada September 2025.
Namun, rilis data ekonomi AS baru-baru ini mendominasi sentimen pasar. Perekonomian AS tumbuh 3,0 persen quartal to quartal (QtQ) pada kuartal kedua 2025, melampaui perkiraan konsensus sebesar 2,4 persen QtQ.
"Kekuatan pasar tenaga kerja juga berlanjut, dengan laporan Automatic Data Processing (ADP) menunjukkan peningkatan lapangan kerja yang lebih besar dari perkiraan, yaitu 104 ribu pada Juli 2025," kata Josua.
Nilai Tukar Rupiah Menguat Perkasa Hari Ini 30 Juli 2025, Tembus Level Ini
Sebelumnya, Pengamat Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi, mencatat pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat tipis 4 point sebelumnya sempat menguat 30 point dilevel Rp 16.405 dari penutupan sebelumnya di level 16.649.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 16.390-6.450," kata Ibrahim dalam keterangannya, Rabu (30/7/2025).
Adapun faktor pendorong kurs rupiah menguat, diantaranya para pejabat AS dan Tiongkok sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata tarif 90 hari mereka pada hari Selasa, setelah dua hari perundingan yang digambarkan kedua belah pihak sebagai perundingan konstruktif di Stockholm yang bertujuan meredakan perang dagang yang semakin memanas antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia yang mengancam pertumbuhan global.
Kemudian tidak ada terobosan besar yang diumumkan, dan para pejabat AS mengatakan bahwa keputusan untuk memperpanjang gencatan senjata perdagangan yang berakhir pada 12 Agustus atau membiarkan tarif melonjak kembali ke angka tiga digit berada di tangan Presiden Donald Trump.
The Fed Bakal Tahan Suku Bunga
"Namun, Menteri Keuangan AS Scott Bessent meredam ekspektasi bahwa Trump akan menolak perpanjangan tersebut. "Pertemuan-pertemuan itu sangat konstruktif," kata Bessent kepada para wartawan setelah pertemuan berakhir. "Hanya saja kami belum memberikan tanda tangan," ujar Ibrahim.
Kemudian, keyakinan yang semakin meningkat bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan dan tetap tidak berkomitmen untuk pelonggaran lebih lanjut, meskipun ada tekanan dari Presiden Donald Trump untuk memangkas suku bunga.
Namun, tekanan dari Trump dapat menimbulkan perselisihan di antara para pembuat kebijakan The Fed. Gubernur Christopher Waller dan Michelle Bowman kemungkinan akan memberikan suara menentang keputusan Powell untuk mempertahankan suku bunga acuan.
Kendati demikian, beberapa tanda meredanya kondisi di pasar tenaga kerja, ditambah dengan kejelasan yang lebih lanjut tentang tarif Trump, juga dapat membuat The Fed lebih terbuka untuk akhirnya memangkas suku bunga acuan.
Faktor Internal
Adapun untuk faktor internalnya, nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh eskalasi geopolitik menjadi tantangan global yang membuat target pertumbuhan ekonomi sedikit terhambat.
Namun, pemerintah oftimis dan terus mengakselerasi konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, hingga investasi lewat sejumlah stimulus sebagai strategi jangka pendek untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2025.
Oleh karena itu, semester kedua tahun 2025 akan menjadi penentu tercapainya target pertumbuhan ekonomi, harus mencapai 5,4% pada semester kedua tahun 2025 agar target sepanjang tahun (full year) 5,2% bisa tercapai.
Kebijakan Pendorong Ekonomi
Ibrahim mengatakan kebijakan pendorong ekonomi yang akan digenjot pada semester II/2025 yaitu konsumsi pemerintah, terutama dengan mendorong akselerasi penyerapan belanja kementerian/lembaga (K/L) dengan anggaran besar. Apalagi, konsumsi pemerintah terkontraksi pada kuartal I/2025 (-1,38%) secara tahunan.
Kontraksi itu akibat kebijakan efisien anggaran, namun kini Kementerian Keuangan akan membebaskan K/L untuk membelanjakan anggarannya.
Selain itu, pemerintah akan menggenjot investasi mulai dari dorong kinerja Kawasan Ekonomi Khusus, kredit investasi padat karya, perluas program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari target pembangunan 220.00 menjadi 350.000 unit rumah, implementasi kredit program perumahan, hingga penyerapan program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS).
Pemerintah juga akan mendorong konsumsi rumah tangga dan daya beli melalui optimalisasi penyerapan program padat karya tunai hingga usulan paket stimulus ekonomi sektor pariwisata jelang liburan Natal dan Tahun Baru.