Liputan6.com, Nusa Dua - Ketua Dewan Pengawas Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Ignasius Jonan, menyarankan agar pelaku industri asuransi lebih memperhatikan kondisi dalam membuat produk asuransi, khususnya di tengah kondisi daya beli masyarakat yang menurun.
Dia menuturkan, perusahaan asuransi sebaiknya fokus pada produk-produk dasar yang memang dibutuhkan, baik oleh segmen ritel maupun korporasi.
"Kalau saran saya dari sisi produsen atau perusahaan asuransi, sebaiknya fokus kepada beberapa jenis produk yang basic dan memang dibutuhkan oleh masyarakat baik retail maupun korporasi,” ujar Jonan dalam sesi diskusi Indonesia Insurance Summit 2025, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Ia menilai, produk-produk asuransi yang bersifat kompleks atau mengandung unsur pengelolaan aset cenderung mengalami penurunan permintaan. Hal ini, menurut dia, tak lepas dari tekanan terhadap daya beli masyarakat serta persoalan reputasi dan tata kelola yang masih menjadi tantangan industri.
"Kalau produk asuransi yang pengelolaan bentuk asset management segala macam, saya pikir pasti turun. Karena daya beli masyarakat turun dan sebagainya, soal reputasi, soal governance,” ujar dia.
Jonan juga mengomentari pendekatan produsen yang menciptakan produk asuransi inovatif tanpa mempertimbangkan kebutuhan nyata masyarakat. Ia mencontohkan asuransi kendaraan atau kecelakaan saja belum menjadi kewajiban umum, padahal itu termasuk produk dasar.
Adapun, dalam pandangannya, menjaga kepercayaan publik menjadi hal penting agar sektor asuransi tetap relevan dan dipercaya.
Peran Strategis Industri Asuransi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyampaikan industri asuransi memegang peranan strategis untuk menjadikan Indonesia negara maju pada tahun 2045
Mahendra menyoroti meskipun industri asuransi Indonesia telah mencatat pertumbuhan yang stabil dalam satu dekade terakhir, tingkat penetrasinya terhadap populasi masih tergolong rendah.
Rendahnya literasi keuangan, kesenjangan kepercayaan, dan kurangnya transparansi menjadi tantangan nyata yang harus segera diatasi agar potensi besar industri ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
“Kita masih menghadapi rendahnya literasi keuangan dan kesadaran terhadap asuransi. Masih ada kesenjangan dalam hal kepercayaan dan transparansi,” ujar Mahendra dalam sambutannya di acara Indonesia Insurance Summit 2025, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Lebih lanjut, Mahendra menekankan pentingnya transformasi menyeluruh dalam industri asuransi, yang meliputi penguatan permodalan, tata kelola, manajemen risiko, hingga adopsi digitalisasi layanan.
Perluas Jangkauan Asuransi
Transformasi ini ditujukan untuk memperluas jangkauan asuransi ke seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan, sektor informal, dan masyarakat di wilayah terpencil.
“Untuk mewujudkan visi tersebut, kita membutuhkan sistem keuangan yang inklusif, tangguh, dan produktif. Dan dalam kerangka ini, industri asuransi memegang peran yang strategis dan tak tergantikan,” tegasnya.
Inovasi produk dan distribusi menjadi perhatian khusus. Mahendra mendorong hadirnya solusi seperti asuransi siber, asuransi indeks, serta parametric insurance yang dinilai sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.
Ia juga menyerukan agar industri asuransi mengambil bagian aktif dalam mendukung agenda keuangan berkelanjutan, transisi energi, dan ketahanan sosial melalui produk dan kebijakan investasi yang bertanggung jawab.
Tak hanya itu, Mahendra menekankan industri asuransi juga harus memainkan peran penting dalam mendukung program strategis pemerintah, seperti perlindungan bagi petani, nelayan, pelaku UMKM, serta penyediaan jaminan sosial berbasis kesehatan dan asuransi jiwa.