Pengusaha Tak Mau Gegabah Geber Industri Hijau

1 day ago 13

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha memandang pentingnya pengembangan industri hijau di Indonesia. Namun, pengembangan ini tak bisa dilakukan secara tergesa-gesa agar tidak salah langkah.

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Bob Azam mengacu pada industri hijau di Eropa misalnya yang malah berdampak buruk. Termasuk menciptakan green inflation, yakni kenaikan harga barang imbas transisi ke ekonomi hijau yang terburu-buru.

"Jadi memang enggak gampang, kita harus belajar pengalaman negara-negara Eropa. Negara Eropa juga sangat berambisi menjadi leaders di industri hijau, tapi akibatnya over investment, akibatnya terjadi green inflation," ungkap Bob, ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (30/7/2025).

"Jadi enggakk boleh juga kita terlalu agresif tanpa memikirkan financing-nya dan segala sesuatu, oleh karena itu kita harus wise (bijak)," imbuhnya.

Bob menyampaikan, target terdekatnya sekarang adalah memastikan penurunan emisi karbon itu bisa tercapai pada 2030. Caranya melalui penerapan energi baru terbarukan (EBT).

Kendati begitu, penerapan ini tak bisa dilakukan sembarangan. Langkahnya harus berbarengan dengan upaya efisiensi biaya, sehingga pendanaannya menjadi lebih rasional.

"Sebab kalau kita hanya mengandalkan renewable energy (EBT) itu akan mahal sekali, tapi kalau kita combine dengan efisiensi, cost kita turun di sini. Cost kita turun ini, ini bisa di complementary dengan penemuan energi terbarukan. Jadi energi terbarukan dan efisiensi ini harus, kalau enggak cost-nya akan melambung tinggi," pintanya.

Industri Hijau Jadi Jargon Sejak 2014

Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko Cahyanto menyampaikan jargon industri hijau sudah dimulai sejak 2014 lalu. Sederet program pun disusun agar mampu berkelanjutan ke depannya.

"Industri hijau ini sebenarnya sudah jadi jargon sejak tahun 2014 ketika Kementerian Perindustrian menginisiasi terbentuknya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian," ungkap Eko dalam The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS), di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (30/7/2025).

"Sangat jelas bagaimana kami mendetailkan aspek hijau dalam proses industri ini. Sehingga bisa menjadi penopang industri ini bisa terus berlanjutan," dia menambahkan.

Target Nol Emisi Karbon Buat Industri

Eko bilang, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah sejak lama memberi target bagi pelaku industri agar bisa nol emisi karbon. Paling tidak, target ini dicapai lebih cepat dari target Net Zero Emission (NZE) pemerintah di 2060.

"Paling tidak 10 tahun mencapai target net zero emission dari target nasional yang sudah kita tahu. Kenapa beliau dan kami semua yakin bisa lebih cepat? Karena kami yakin melalui program yang kami siapkan," ujar dia.

Dia menuturkan, AIGIS jadi salah satu upaya dalam mendoromg pencapaian net zero emission di sektor industri tersebut. "Nah, ini yang saat ini sedang juga kami siapkan pilot-pilot proyek yang kami inisiasi dalam mencapai target," ia menambahkan.

Pelaku Industri Butuh

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Bob Azam mengakui pelaku industri membutuhkan talenta untuk masuk ke green jobs. Dia memprediksi, kedepannya kebutuhan industri akan meningkat.

"Kita sudah bentuk Yang namanya capability center, karena apa? Karena belum ada supply-nya. Jadi ada bidang-bidang baru yang belum ada tenaganya nih yang dari pendidikan formal ya. Seperti misalnya bagaimana Kita mengembangkan bio fuel kemudian juga photovoltaic dan lain sebagainya," beber dia.

Hal tersebut diakuinya menjadi tantangan. Ketika pelaku industri membutuhkan, namun sumber daya manusia (SDM) belum cukup mumpuni untuk mengisi pos tersebut. "Jadi memang ada misconnection dengan dunia pendidikan," ujar dia.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |