Liputan6.com, Jakarta Tanggal 1 Juni 1995 merupakan titik awal digitalisasi di sektor kepabeanan Indonesia baik Ekspor maupun Impor, dimulai dengan pertukaran data elektronik atau PDE yang hadir untuk mempermudah proses pengiriman dokumen kepabeanan.
Tidak hanya itu di sisi Kementerian dan Lembaga pendukung kegiatan Ekspor dan Impor seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Pajak melakukan Surat Keputusan Bersama Pertukaran Data Elektronik pada tahun 2002.
PT Electronic Data Interchange Indonesia yang merupakan anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) menjadi bagian awal implementasi digitalosasi ini, seiring berjalannya waktu perkembangan teknologi menghadirkan Inovasi untuk memenuhi kebutuhan para pengguna jasa.
Berbagai solusi dan aplikasi pendukung kegiatan Ekspor dan Impor dihadirkan seperti EDI Enabler yaitu switching untuk terkoneksi dengan Modul Kepabeanan yang berkembang sesuai era nya dari menggunakan modem dial-up yang disebut I-Plus lalu kemudian hadir dengan menggunakan antar muka Web diikuti hadirnya Enabler yang lebih simple yaitu eXtreme dan X2 (eXpert eXchange) yang menggunakan teknologi Internet.
Direktorat Informasi Kepabaenan dan Cukai pun melakukan transformasi digital sejak tahun 1990, diikuti oleh Lembaga Nasional Sngle Window (LNSW) yang dibentuk pada tahun 2007 dengan sistem yang mendukung digitalsasi Kepabeanan untuk perijinan ekspor impor Kementerian/Lembaga dalam satu atap. Dalam rangka menandai perjalanan perkembangan digitalisasi tersebut,
“30 Tahun merupakan perjalanan yang cukup panjang penuh tantangan dalam perkembangan digitalisasi” ucap Direktur PT EDI Indonesia Urip Nurhayat dalam Coffee Morning bertema 30 Tahun Digitalisasi Ekspor Impor Indonesia dikutip Kamis (26/6/2025).
Evolusi Perusahaan
Urip menyoroti evolusi perusahaan dari awal implementasi Pertukaran data Elekronik (PDE) hinga integrasi yang lebih dalam dengan sistem Indonesia Nasional Single Window (INSW) sebagai cerminan dorongan negara yang luas menuju efisiensi digital dan daya saing perdagangan.
Infrastuktur digitalisasi ekspor impor Indonesia kini telah didukung oleh platform INSW, gerbang digital yang menghubungkan lebih dari 20 Lembagan pemerintah dan menyederhanakan pemrosesan regulasi. Direktur Teknologi Informasi LNSW Wawan Ismawandi mengatakan sistem tersebut merupakan inti dari inisiatif Ekosistem Logistik Nasional (NLE) Indonesia.
”INSW menjembatani kesenjangan antara regulator dari pelaku bisnis. Namun agar digitalisasi dapat berkelanjutan, kita harus memastikan kolaborasi berkelanjutan antar Lembaga," ungkap dia.
Otoritas Bea dan Cukai juga telah mengalami kemajuan besar sejak meluncurkan platform CEISA Sistem Informasi dan Otomasi Bea dan Cukai pada tahun 2013. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah memperluas kemampuan digitalnya secara dramatis. CEISA 4.0 kini mendukung setengah juta pengguna secara bersamaan, naik dari hanya 5.000 pada awalnya.
Kami telah meninggalkan banyak proses manual”kata Rudy Rahmadi, DIrektur Informasi Bea dan Cukai.”Namun, digitalisasi bukan hanya tentang sistem, tetapi juga tentang mengubah pola piker dan budaya tempat kerja”
Masih Beroperasi Secara Silo
Menurut Harry Wibowo dari Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP), banyak sistem digital masih beroperasi secara silo, tidak memiliki konetivitas real-time dan bergantung pada dokumen fisik pada tahap-tahap kritis.
“Kita memerlukan antarmuka terpadu, seperti QRISdi sector keuangan, yang mengkondisikan semua komponen menjadi satu platform” katanya.
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat rentan tertinggal dalam transisi ini, Trismawan Sanjaya Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, mengatakan bahwa sementara perusahaan-perusahaan besar pada umumnya sudah siap, banyak UMKM yang tertinggal dalam mengadopsi perangkat digital”
Diantara oeserta Internasional hadir Mr Francis Nornan Lopez dari Intercommerce network Service Filipina, yang menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan Indonesia dalam digitalisasi perdangan regional.
“Indonesia adalah salah satu pelopor dalam transformasi digital perdagangan di Asia Tenggara” kata Mr. Francis. “Kemitraan kita selama 30 tahun terakhir telah meletakkan dasar bagi ASEAN Single Window yang terpadu dan efisien. Pertukaran data regional yang dulunya dipandang sebagai tujuan teknis, kini diakui sebagai landasan kepercayaan yang mengikat sistem perdagangan nasional lintas batas. Tambahnya
Saar EDII memasuki decade keempat, para pemangku kepentingan sepakat bahwa transformasi digital ekspor impor Indonesia masih jauh dari kata selesai.Integrasi Sistem, , Sinergi kelembagaan dan perubahan budaya yang dibutuhkan untuk digitalisasi yang berkelanjuta.