Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memastikan tidak akan ada kasus korupsi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pasalnya, sistem pembayaran yang disusun sudah semakin ketat dan diawasi.
Dia menjelaskan, skema pembayaran menggunakan virtual account. Kemudian, pengadaan harus disepakati dua pihak; BGN dan mitra pelaksana MBG.
"Gak mungkin ada korupsi di Makan Bergizi, karena kita sudah bikin virtual account, ya, virtual account harus ditandatangani oleh berdua, oleh mitra dan oleh Badan Gizi. Kemudian ditetapkan bahan baku at cost, operasional at cost, yang insentif yang boleh di-mark up," ungkap Dadan di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Selanjutnya, dalam proses belanja bahan baku pun harus menyertakan harga referensi pasar. Kalaupun ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG yang mencoba memanipulasi, akan mudah diketahui. Belum lagi prosesnya diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Jadi ada beberapa SPPG yang coba mitranya membuat markup, itu dalam waktu sebentar saja langsung kita ketahui, dan sudah langsung diaudit oleh BPKP dan harus mengembalikan uangnya," ujarnya.
Dadan menegaskan kembali, dana MBG tidak disimpan dalam rekening Badan Gizi Nasional, sehingga prosesnya lebih ketat. "Jadi untuk kasus-kasus penyalahgunaan anggaran kecil sekali kemungkinan terjadi pada program Makan Bergizi (Gratis), apalagi uang itu tidak disimpan di dalam rekening Badan Gizi tapi dikirim dari KPPN langsung ke virtual account," tandasnya.
Lebih Takut Kasus Keracunan Ketimbang Korupsi
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengaku lebih takut pada kasus keracunan makan bergizi gratis (MBG) ketimbang korupsi anggaran. Keduanya diakui sebagai risiko terbesar program andalan pemerintah ini.
Dadan mengatakan korupsi dan keracunan menjadi risiko terbesar pelaksanaan MBG. Namun, kasus keracunan MBG menurutnya lebih menakutkan.
"Kalau anda semua menanya ke saya, ada dua resiko yang paling besar dalam makan MDG: satu adalah penyalahgunaan anggaran, yang kedua adalah keracunan. Jadi kalau jujur saya ditanya saya lebih takut dengan yang kedua," kata Dadan di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Risiko Keracunan
Dia menegaskan, korupsi penyalahgunaan anggaran sudah bisa diantisipasi dengan sistem yang dibangun. Sehingga, pihak-pihak terkait akan sulit memanipulasi anggaran MBG.
Sedangkan, kasus keracunan melibatkan proses yang panjang. Mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, penyajian, hingga kondisi anak penerima MBG. Alhasil, risikonya menjadi lebih besar.
"Kalau keracunan ini rantainya panjang. Mulai dari bahan baku, proses pengolahan, proses penyajian, proses delivery, proses pengiriman, proses konsumsi, termasuk kondisi anak. Karena bisa saja makanannya fine-fine saja, anaknya dalam keadaan sakit, nah karena makan-makan bergizi seolah-olah sakitnya, muntahnya (dampak konsumsi) dari makanan," tuturnya.
Perketat Pengawasan
Dadan menyampaikan, pihaknya telah meningkatkan pengawasan MBG ke para penerima menyusul temuan kasus keracunan di berbagai daerah. Termasuk menindaklanjuti rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai kasus tersebut.
Dia pun memberi batas waktu dari pengolahan makanan hingga penyajian ke penerima. Menu MBG harus dimasak maksimal 4 jam sebelum disajikan.
"Kami kan tanpa itu pun (rekomendasi BPOM) kami sudah meningkatkan evaluasi, dan tingkat higienis, pengetatan pemilihan bahan baku, kemudian membersihkan pengolahan, itu terus, terus kita lakukan termasuk pelatihan ulang para penjamah makanan," tegas dia.