Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia melonjak tajam pada perdagangan Senin (2/6/2025), mencetak level tertinggi dalam lebih dari empat minggu terakhir. Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, lonjakan harga emas dunia ini dipicu oleh kombinasi faktor geopolitik, ketegangan dagang global, sinyal dovish dari Federal Reserve, serta pelemahan Dolar AS.
Pada sesi perdagangan hari Senin, harga emas melonjak tajam setelah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Ukraina dilaporkan meluncurkan serangan udara terhadap pangkalan militer Rusia, menghancurkan sejumlah pembom jarak jauh dan pesawat tempur.
"Serangan ini meningkatkan ketidakpastian geopolitik global, mendorong investor beralih ke aset safe haven seperti emas," jelas Andy dalam keterangan tertulis, Selasa (3/6/2025).
Menambah keresahan pasar, Presiden AS Donald Trump secara resmi menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50% mulai 4 Juni. Kabar ini menciptakan ketegangan baru dalam hubungan dagang antara AS dan China.
Retorika tajam terhadap Beijing dan ketidakpastian pertemuan Trump-Xi Jinping, yang belum dijadwalkan pasti, turut menekan pasar ekuitas AS dan memperkuat minat pada logam mulia.
Harga Emas Hari Ini
Pergerakan harga emas hari Selasa (3/6/2025), menunjukkan kelanjutan dari tren positif yang dimulai sejak awal pekan. Harga emas sempat menembus level penting dan diperdagangkan di sekitar USD 3.388, hanya beberapa poin dari proyeksi resistance jangka pendek.
"Kenaikan ini menandai penguatan tajam dalam dua hari berturut-turut," tutur Andy.
Dari sisi teknikal, pola candlestick harian dan indikator Moving Average mendukung sentimen bullish. Jika dorongan beli berlanjut, harga emas berpotensi menguji level resistance di USD 3.392 dalam waktu dekat.
"Namun, jika terjadi tekanan jual mendadak atau reversal teknikal, maka harga bisa turun kembali ke level support terdekat di kisaran USD 3.347," ungkap dia.
Dari sisi makroekonomi, data PMI Manufaktur ISM untuk bulan Mei mencatat perlambatan ke 48,5 dari sebelumnya 48,7. Meski begitu, komponen harga yang dibayar menurun, sementara indeks ketenagakerjaan mengalami sedikit perbaikan, memberikan sinyal campuran bagi pasar. Investor kini mengalihkan fokus ke rilis data Non-Farm Payrolls (NFP) yang dijadwalkan akhir pekan ini.
Cenderung Bullish
Sinyal dovish dari Gubernur The Fed, Christopher Waller, juga turut memperkuat pasar emas. Waller menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga masih mungkin dilakukan tahun ini, meski inflasi tetap menjadi perhatian utama. Komentar tersebut langsung menekan Dolar AS, dengan Indeks Dolar (DXY) anjlok 0,72% ke 98,71, memperkuat momentum bullish bagi emas.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun naik hampir enam basis poin menjadi 4,458%, sementara yield riil juga naik ke 2,118%. Ini menunjukkan adanya tekanan dari sisi fiskal dan ekspektasi inflasi, namun pasar emas tampaknya masih mampu mempertahankan momentumnya berkat dominasi sentimen risiko global.
Secara keseluruhan, Andy nugraha melihat bahwa outlook jangka pendek harga emas masih cenderung bullish, terutama jika sentimen risiko terus mendominasi pasar global. Investor/trader disarankan untuk tetap memperhatikan dinamika pertemuan antara Presiden Trump dan Xi Jinping, serta data Non-Farm Payrolls yang akan rilis pada akhir pekan ini, yang bisa menjadi penentu arah berikutnya.