Liputan6.com, Jakarta Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan sebanyak 212 merek beras mulai dipanggil oleh Satuan Tugas Pangan. Menyusul temuan oplos beras dan diberi label yang tidak sesuai.
Mentan Amran sebelumnya mengungkap kerugian konsumen diperkirakan mencapai Rp 99 triliun. Penyebabnya, ada beras kualitas curah yang dijual dengan label beras medium maupun premium.
"Ada 212 merek, mulai hari ini pemanggilannya, dipanggil oleh Satgas Pangan, ada 212 merek, beras medium-premium harus ditindak. Kami beri kesempatan. Tapi mulai hari ini dilakukan pemanggilan. Kami koordinasi tadi malam (dengan) Satgas Pangan," kata Amran di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (30/6/2025).
Dia mengungkapkan praktik oplos beras yang dilakukan oknum merek tersebut. Amran menghitung ada selisih harga beras yang dijual dari kualitas yang diberikan ke konsumen.
Secata akumulasi, jumlahnya mencapai sekitar Rp 99 triliun atas hitungan potensi kerugian ekonomi masyarakat yang membeli beras tidak sesuai kualitasnya.
"Ini mengatakan premium, padahal beras curah. Ini mengatakan medium, padahal beras curah. Itu selisih Rp 3.000, Rp 4.000, Rp 2.000 per kilo. Dikali total itu Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun. Kerugian konsumen kita," tegas dia.
Dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung
Sebelumnya, 212 produsen beras dilaporkan kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung. Hal itu karena produsen beras bermasalah dan nakal dalam perdagangan komoditas itu.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menuturkan, 212 dari 268 merek beras yang investigasi oleh jajarannya bersama pemangku kepentingan terkait lainnya, ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
"Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti," ujar Mentan seperti dikutip dari Antara, Jumat (27/6/2025).
Temuan Mentan Amran
Dia menuturkan, temuan itu hasil kerja lapangan yang dilakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional dan unsur pengawasan lainnya.
Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, pihaknya menemukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya tidak sesuai.
"Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Mentan.
Anomali Harga Beras
Mentan Amran menuturkan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat. FAO memprediksi produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton.
"Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujar dia.
Mentan menyebutkan potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun.Beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal.
"Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Kami sudah serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” ia menambahkan.