BPK Temukan Pemborosan Belanja Pupuk Subsidi Rp 2,92 Triliun, Inefisiensi Pabrik Jadi Biang Kerok

1 day ago 17

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) temukan pemborosan pembelian pupuk subsidi oleh pemerintah Rp 2,92 triliun pada periode 2020-2022. Inefisiensi pabrik pupuk disinyalir jadi salah satu penyebabnya.

BPK mencatat, kebijakan alokasi produksi pupuk bersubsidi masih dititikberatkan pada produsen dengan biaya produksi paling tinggi, sedangkan produsen dengan biaya produksi paling rendah lebih diprioritaskan untuk produksi pupuk nonsubsidi.

Kapasitas produksi pabrik pembuat pupuk subsidi juga menjadi sorotan BPK.

Menanggapi temuan itu, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB, Nasim Khan mengaku akan mempelajari temuan BPK itu. Dia juga meminta PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan.

"Yang pasti kami akan mempelajari temuan BPK tersebut, juga diharapkan PI (Pupuk Indonesia) dapat menindak lanjuti rekomendasi BPK, karena apapun yang dilakukan dalam kebijakan subsidi dan nonsubsidi diharapkan sesuai secara aturan," kata Nasim saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (31/5/2025).

Dia mengamini inefisiensi pabrik yang jadi temuan BPK. Nasim bilang, harga pokok produksi (HPP) tinggi dalam produksi pupuk subsidi imbas dari kondisi pabrik hanh sudah tua.

"Temuan pemborosan dan efisiensi yang dimaksud BPK karena memang ada pabrik yang boros sehingga HPP-nya tinggi dan membebani subsidi atau apapun wajib PI menindaklanjuti rekomendasi BPK. Yang pasti langkah-langkah penyempurnaan wajib dilakukan pihak PI kedepan," tuturnya.

Bangun Pabrik Baru

Nasim melihat solusi untuk mengurangi biaya tadi, misalnya dengan membangun pabrik baru atau melakukan pembenahan pada pabrik eksisting. Adapun beberapa pabrik Pupuk Indonesia sudah berusia di atas 40 tahun.

"Akhirnya Pupuk indonesia saat ini sedang membangun beberapa pabrik baru di Palembang, di Papua dan juga sedang revamping pabrik di PKT (Pupuk Kalimantan Timur) Bontang," ucapnya.

"Semua tujuannya selain menambah kapasitas, juga meningkatkan efisiensi konsumsi gas dengan teknologi yang lebih hemat energi, kami harapkan pekerjaan selesai dengan benar juga dilakukan secara profesional sehingga bisa cepat dengan benar," sambung dia.

Perlu Dukungan Pemerintah

Lebih lanjut, Nasim mengatakan pemerintah perlu mendukung proses efisiensi produksi tadi. Diantaranya, memberikan akses harga gas murah untuk produksi pupuk sehingga tidak meningkatkan biaya produksi.

"Memang pabrik-pabrik pupuk kita sebagian besar sudah tua dan tidak efisien konsumsi bahan baku gas-nya. Oleh karena itu, perlu didukung pembangunan pabrik-pabrik baru agar semakin efisien sehingga HPP atau biaya produksinya semakin hemat sehingga tidak terjadi pemborosan," terangnya.

"Kebijakan (yang diambil pemerintah) sebaiknya dijalankan dengan benar bila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, distribusi PI produsen sampai ke bawah sudah bagus tinggal diperbaiki dan kontrol, juga masalah banyak di regulasi dan data sistem kementerian hingga ke bawah perlu di update evaluasi dengan benar dan tepat sasaran," imbuh Nasim.

Tanggapan Pupuk Indonesia

Menanggapi temuan BPK tersebut, VP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Cindy Sistyarani mengatakan perusahaan akan menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan.

"Terkait temuan tersebut, tentu Pupuk Indonesia menghargai temuan BPK dan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan," kata Cindy saat dihubungi Liputan6.com.

Cindy menambahkan, temuan BPK terkait inefisiensi juga membuka sudut pandang, bahwa inefisiensi disebabkan oleh usia pabrik-pabrik yang sudah tua.

"Temuan ini menunjukkan bahwa revitalisasi pabrik lama dan pembangunan pabrik baru yang efisien menjadi langkah penting," kata dia.

"Namun, saat ini ruang bagi Pupuk Indonesia untuk berinvestasi di sektor ini masih sangat terbatas, sehingga dibutuhkan kebijakan, skema-skema baru, yang dapat mendorong efisiensi dan mendukung keberlanjutan," imbuhnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |