Liputan6.com, Jakarta Pernah dapat video call dari kerabat yang tiba-tiba minta uang tetapi cara bicaranya janggal? Atau menerima SMS yang meminta Anda membagikan kode OTP? Bisa jadi Anda hampir jadi korban penipuan digital berbasis AI, seperti deepfake dan account takeover (ATO).
Melihat ancaman penipuan digital yang kian meningkat dan menyasar ke semua lapisan masyarakat, VIDA sebagai penyedia layanan identitas digital terkemuka, menghadirkan sebuah laman edukatif bernama Where’s The Fraud Hub, yang dirancang khusus untuk membantu masyarakat mengetahui cara mendeteksi dan memahami modus penipuan yang menggunakan teknologi AI.
"Penipuan berbasis AI bukan lagi bayang-bayang masa depan, melainkan ancaman nyata yang tengah kita hadapi. Kami percaya bahwa edukasi adalah kunci utama dalam memerangi penipuan yang semakin canggih. Melalui Where's The Fraud Hub, VIDA menyediakan wawasan real-time, analisis tren, dan dan literasi publik untuk melindungi identitas digital masyarakat,” ujar Founder & Group CEO VIDA Niki Luhur dalam keterangan tertulis, Rabu (6/8/2025).
Dalam riset VIDA bertajuk Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud yang dilakukan pada 2024 lalu, menunjukkan bahwa 97% perusahaan di Indonesia mengalami insiden ATO dalam 12 bulan terakhir, dengan 84% di antaranya terkait kerentanan SMS OTP.
"Platform ini bukan sekadar kumpulan informasi, tetapi pusat pembelajaran interaktif yang memungkinkan masyarakat memahami dan mengenali berbagai jenis penipuan digital. Kami ingin setiap orang Indonesia memiliki kemampuan untuk melindungi diri dari ancaman digital yang terus berkembang," jelas dia.
Mitigasi Risiko
Where's The Fraud Hub didukung oleh kolaborasi strategis dengan berbagai institusi, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta tokoh industri terkemuka.
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Teguh Arifiyadi menyampaikan apresiasinya atas upaya VIDA dalam memberantas penipuan digital, di mana lebih dari 90% di antaranya berasal dari serangan social engineering, phishing, dan metode sejenis yang mengeksploitasi rendahnya literasi digital korban.
"Serangan bisa datang dari mana saja dan menyasar siapa saja. Bagi kami, aspek paling penting adalah bagaimana sebuah perusahaan memitigasi risikonya dan memiliki sistem backup yang kuat. VIDA, sebagai penyelenggara PSrE, memegang peran penting dalam melakukan verifikasi identitas yang akurat demi mencegah bahaya penipuan digital yang kini makin canggih, terlebih dengan adanya dorongan teknologi AI," ungkap Teguh.
Waspadai Penipuan AI! OJK Ungkap Modus Tiruan Suara dan Wajah yang Bisa Tipu Nasabah
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan hingga saat ini belum menerima laporan pengaduan terkait penyalahgunaan teknologi artificial intelligence (AI) dalam sektor layanan keuangan.
Namun, OJK tetap mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah terhadap potensi ancaman baru yang mungkin muncul seiring perkembangan teknologi. Di tengah tren penggunaan AI yang kian marak, risiko penipuan berbasis AI bukanlah hal yang bisa diabaikan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa teknologi seperti voice cloning (tiruan suara) dan deepfake (tiruan wajah) sangat mungkin disalahgunakan.
"Kemajuan teknologi dalam Artificial Intelligence (AI) memiliki potensi penyalahgunaan untuk membuat tiruan suara (voice cloning) dan tiruan wajah (deepfake) dengan tujuan antara lain menipu," kata Friderisa dikutip dari jawaban tertulisya, Selasa (5/7/2025).
Teknologi ini dapat menghasilkan audio maupun video palsu yang tampak dan terdengar meyakinkan. Akibatnya, penipu bisa meniru orang-orang yang dikenal korban demi menjalankan aksinya.
Dengan kemudahan membuat video dan suara berbasis AI, pelaku kejahatan dapat mengecoh korban tanpa harus bertemu langsung. Hal ini menambah tantangan baru bagi masyarakat dalam mengenali modus-modus penipuan digital.
Modus AI Penipuan
Salah satu modus penyalahgunaan AI yang harus diwaspadai adalah tiruan suara. Dengan teknologi ini, penipu bisa meniru suara seseorang secara sangat mirip. Mereka cukup mengumpulkan rekaman suara korban dari media sosial atau percakapan sebelumnya, lalu menggunakannya untuk membuat percakapan buatan seolah berasal dari orang yang dikenal korban.
Biasanya, pelaku akan berpura-pura menjadi teman dekat, anggota keluarga, atau atasan korban dan meminta sesuatu, seperti uang atau informasi sensitif. Karena suara terdengar akrab dan meyakinkan, korban mudah terjebak dan menuruti permintaan tersebut tanpa verifikasi lebih lanjut.
"Dengan menggunakan suara yang sudah dipelajari tersebut, penipu dapat melakukan percakapan seolah-olah mereka adalah orang yang dikenal korban," ujarnya.