APINDO Dukung Kebijakan E-commerce Jadi Pemungut PPh Final, Ini Alasannya

4 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah melakukan finalisasi kebijakan terkait penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak. Dengan adanya kebijakan itu, e-commerce di Indonesia akan dilibatkan sebagai pihak pemungut pajak atas transaksi penjualan barang melalui sistem elektronik.

Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Suryadi Sasmita mendukung langkah pemerintah menerapkan kebijakan pelibatan e-commerce sebagai pemungut pajak dari pendapatan para penjual yang bertransaksi di platform mereka.

"Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan Pajak Penghasilan final 0.5% bagi pelaku usaha online melalui skema Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022 yang kita kenal sebagai PPh final UMKM," ujarnya pada Kamis (26/6/2025).

"Kebijakan ini sama sekali bukan merupakan penerapan pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis digital dengan tarif yang ringan sebesar 0,5% dari peredaran bruto dan mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana," jelas Suryadi.

Wakil ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik itu pun meminta pelaku usaha agar tak perlu khawatir dengan hal tersebut.

"Bagi pelaku usaha online yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp500 juta per tahun tidak perlu khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini," ujar Suryadi.

"Oleh karena itu, kami mengajak para pelaku usaha online untuk mendukung penuh kebijakan ini. Mari kita bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan," jelasnya.

Beri Kemudahan Penuhi Kewajiban Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (DJP), Rosmauli menjelaskan, rencana penunjukan e-commerce sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

Rosmauli mengatakan, bila sebelumnya mekanisme pembayaran PPh dilakukan secara mandiri oleh pedagang daring (online), diubah menjadi sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh e-commerce sebagai pihak yang ditunjuk.

“Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” katanya.

Rosmauli pun menegaskan, yang menjadi sasaran aturan baru tersebut merupakan pedagang daring yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun.

Artinya, UMKM di platform lokapasar yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak dikenakan pungutan PPh dalam skema ini, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Inisiatif pemerintah menyusun skema ini bertujuan untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru," ujar Rosmauli.

“Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata,” jelasnya.

(*)

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |