Liputan6.com, Jakarta Fenomena penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) memasuki babak baru yang mengejutkan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan bahwa sebanyak 603.999 rekening penerima bansos diduga terlibat dalam aktivitas judi online.
Temuan ini menjadi sorotan karena dana yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin, justru disalahgunakan untuk praktik ilegal yang merugikan negara secara sosial dan finansial.
“Dari hasil analisis kami, sebagian besar rekening yang digunakan untuk judi online ternyata terdaftar sebagai penerima bansos dari Kementerian Sosial,” ungkap Andini dari PPATK dalam Live Streaming Jadi Tahu: Fenomena Judi Online di Kalangan Penerima Bansos, Rabu (31/7/2025).
Tak hanya itu, PPATK mencatat bahwa selama kuartal pertama 2025, nilai perputaran uang dari transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp47,9 triliun, dengan total 39,8 juta transaksi—angka yang menunjukkan bahwa persoalan ini sudah berada pada level darurat nasional.
Kewaspadaan Digital
PPATK menekankan pentingnya kewaspadaan digital di era teknologi yang terus berubah. Transaksi mencurigakan tidak hanya terjadi lewat perbankan konvensional, tapi juga bisa menjalar ke ranah cryptocurrency dan platform digital baru lainnya.
“Kejahatan itu tidak akan pernah berhenti. Mereka hanya mengubah pola, alat, dan bentuknya. Maka kita juga tidak boleh kendur dalam pengawasan dan edukasi,” pesan Andini.
Di sisi lain, PPATK juga gencar mengirimkan laporan intelijen keuangan ke berbagai instansi, termasuk Kemensos dan aparat penegak hukum. Tujuannya adalah mendorong diterbitkannya kebijakan pencegahan dan penindakan yang lebih efektif, termasuk pemblokiran situs judi dan pelacakan rekening bodong.
Langkah Tegas
Fenomena judi online di kalangan penerima bansos pun kini menjadi perhatian serius pemerintah dan publik. Di tengah upaya negara menyalurkan bantuan sosial secara merata dan tepat sasaran, muncul fakta bahwa sebagian dana justru digunakan untuk berjudi di platform digital.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kemensos, Joko Widiarto, menyebutkan bahwa Kemensos telah melakukan verifikasi dan profiling terhadap ratusan ribu rekening mencurigakan yang datanya diterima dari PPATK.
"Dari 603.999 rekening yang dilaporkan, sebanyak 228.048 di antaranya merupakan penerima aktif bansos. Sisanya masih kami telusuri lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitannya dengan program bantuan," ujar Joko dalam forum yang sama.
Kementerian Sosial pun mengakui bahwa situasi ini tidak hanya merusak tujuan awal bansos, tetapi juga membuka potensi kebocoran anggaran dan pemborosan yang berdampak pada kelompok masyarakat yang seharusnya lebih membutuhkan.
Langkah konkret pun disiapkan. Salah satu yang paling tegas adalah pemblokiran bantuan sosial bagi penerima yang terbukti menyalahgunakan dana untuk aktivitas ilegal. Kemensos juga berencana untuk mengalihkan bantuan tersebut kepada masyarakat lain yang lebih layak dan benar-benar membutuhkan.
Kerja Sama dengan Berbagai Lembaga
Kemensos menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kominfo, guna memperkuat pengawasan dan penelusuran aliran dana bansos. Dengan memanfaatkan sistem digital seperti SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation), Kemensos dapat memantau distribusi dan penggunaan dana secara lebih transparan dan akuntabel.
“Kami terbuka untuk kolaborasi untuk berbagai lembaga. Era sekarang bukan zamannya kerja sendiri. Ini bukan hanya soal bansos, tapi soal menyelamatkan masa depan masyarakat miskin dari jebakan digital seperti judi online,” tegas Joko.
Kemensos saat ini menggandeng PPATK, Bank Indonesia (BI), OJK, dan Kominfo untuk memperkuat sistem deteksi dan pemantauan transaksi mencurigakan yang melibatkan rekening penerima bansos. Salah satu bentuk konkret kerja sama tersebut adalah pemanfaatan payment ID system dari BI, yang memungkinkan pelacakan aliran dana secara real time.
“Kami berharap bisa mengetahui dana bansos itu digunakan untuk apa saja. Kalau digunakan tidak sesuai peruntukannya, kami siap memberikan sanksi hingga pemutusan bansos,” ujar Joko Widiarto.
“Kami ingin para penerima bansos tahu cara mengelola uang, bukan justru tergoda pada jebakan online yang bisa menghancurkan masa depan keluarga mereka,” lanjutnya.
Menurut undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menyebutkan bahwa penerima bansos bukan hanya memiliki hak atas bantuan, tetapi juga kewajiban menjaga diri dan keluarganya dari aktivitas yang merusak kesehatan, sosial, dan ekonomi. Judi online jelas masuk ke dalam kategori tersebut.
“Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak terlibat dalam praktik judi online, terutama jika menerima bantuan dari negara. Kami akan melakukan screening lebih ketat ke depan,” tegas Joko Widiarto..