Liputan6.com, Jakarta Di tengah kemudahan akses transaksi digital, masyarakat kini juga dihadapkan dengan modus penipuan yang kian beragam. Salah satu modus penipuan yang tengah marak terjadi adalah penipuan dengan modus jebakan pembayaran menggunakan Virtual Account.
Penipu yang menggunakan modus ini mencoba melancarkan aksinya dengan membuat website palsu menyerupai institusi atau brand resmi, seperti maskapai penerbangan, layanan travel, situs brand tertentu, dan masih banyak lagi.
Alih-alih mendapatkan layanan atau produk yang diinginkan, korban malah terjerat dalam modus penipuan saat mengunjungi website palsu tersebut. Bagaimana detail modus penipuannya?
Detail Modus Penipuan Virtual Account
Saat mencari website institusi atau brand tertentu di Google atau website pencarian lainnya, korban penipuan biasanya secara tidak sengaja menemukan dan mengakses website palsu tersebut. Karena tidak terlalu memperhatikan website terlalu detail, korban berbelanja dan melakukan transaksi seperti pada umumnya.
Ketika hendak melakukan pembayaran, di sinilah saatnya penipu tersebut beraksi. Untuk memproses pembayaran, penipu meminta korban mentransfer uang melalui nomor Virtual Account. Korban yang tidak merasa ada kejanggalan, segera memproses pembayaran Virtual Account tersebut. Tanpa disadari, pembayaran Virtual Account tersebut ternyata adalah transaksi pribadi penipu di platform tertentu, seperti platform e-commerce.
Setelah melakukan pembayaran Virtual Account, barulah korban menyadari bahwa saldo mereka telah terkuras untuk melakukan transaksi, bukan institusi atau brand tertentu, tempat mereka berbelanja. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kewaspadaan masyarakat saat melakukan pembayaran transaksi.
Tips Hindari Modus Penipuan Virtual Account
Untuk menghindari modus penipuan ini, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan saat melakukan transaksi dengan metode Virtual Account:
1. Verifikasi Keaslian Website
Hati-hati terhadap website palsu! Pastikan untuk selalu mengecek dan memverifikasi keaslian website yang dikunjungi dengan mengunjungi media sosial resmi atau menghubungi Call Center resmi mereka. Jangan sembarangan mengklik tautan website yang dikirim orang tak dikenal atau ditemukan secara random di website pencarian.
2. Periksa Kembali Detail Nomor Virtual Account
Sebelum melakukan pembayaran transaksi menggunakan metode Virtual Account, selalu periksa kembali detail informasi transaksi dan nomor Virtual Account yang tertera. Pastikan detail informasinya sesuai dengan transaksi yang sedang Anda lakukan.
3. Laporkan Transaksi Mencurigakan
Jika Anda mengalami modus penipuan yang mencurigakan atau sudah terlanjur menjadi korban penipuan modus Virtual Account, segera laporkan kejadian tersebut kepada bank terkait. Namun, pastikan agar Anda juga tidak membagikan data pribadi perbankan yang bersifat rahasia seperti nomor kartu, PIN, OTP, password, dan lain-lain kepada siapa pun, termasuk pihak bank sekalipun.
Jualan Online Kena Pajak? Sri Mulyani: Demi Kerapihan Sistem
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, bahwa kebijakan pemungutan pajak terhadap pedagang online di platform seperti Shopee dan Tokopedia, serta lainnya bukanlah penambahan kewajiban baru, melainkan langkah penataan sistem perpajakan digital agar lebih rapi dan teratur.
Langkah ini, kata Sri Mulyani, ditujukan untuk mempermudah administrasi dan memperjelas posisi perpajakan pelaku usaha digital. Di tengah berkembangnya ekosistem ekonomi digital, pemerintah merasa perlu memperbarui cara kerja sistem perpajakan agar lebih relevan dengan kondisi lapangan.
"Penunjukan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. Kebijakan ini hadir sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usahadaring, tanpa menambah kewajiban baru," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Selasa (29/7/2025).
Regulasi yang menjadi dasar kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang efektif berlaku sejak 14 Juli 2025.
Dalam aturan tersebut, marketplace berperan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi pedagang yang memenuhi kriteria tertentu. Marketplace akan menjadi mitra strategis dalam proses ini, bukan sekadar perantara jual-beli.
Sri Mulyani memastikan bahwa implementasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan dengan pendekatan berbasis data. Pemerintah ingin menjadikan sistem perpajakan lebih inklusif, mudah dijalankan, dan sesuai perkembangan digital saat ini.
Syarat dan Mekanisme Pemungutan Pajak Online
Dalam PMK 37/2025, ditetapkan bahwa pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pungutan pajak sebesar 0,5 persen dari total transaksi kotor.
Nilai tersebut diambil dari jumlah penjualan sebelum dikurangi potongan harga atau diskon. Ketentuan ini hanya berlaku bagi pedagang yang telah melaporkan peredaran bruto mereka kepada platform tempat mereka berjualan.
Pedagang wajib menyampaikan surat pernyataan terkait omzet tahunan mereka kepada marketplace. Berdasarkan dokumen tersebut, pemungutan PPh akan dilakukan oleh penyelenggara PMSE mulai bulan berikutnya. Ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) dalam regulasi yang sama.