Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa, 15 Juli 2025 mengatakan, AS telah mencapai kesepakatan perdagangan dengan Indonesia. Hal ini setelah berbicara dengan Presiden Indonesia Prabowo Subianto.
Beberapa jam setelah mengumumkan kesepakatan tersebut di Truth Social, Trump menuturkan kepada wartawan kalau kesepakatan itu meminta Indonesia untuk tidak mengenakan tarif apapun atas ekspor AS. Sementara itu, AS akan mengenakan tarif 19% atas produk Indonesia ke AS. Demikian mengutip dari CNN, Rabu (16/7/2025).
Dalam unggahan berikutnya di Truth Social, ia menuturkan, kesepakatan itu telah diselesaikan. Namun, pemerintah Indonesia belum membuat pengumuman resmi hingga Selasa sore.
Trump juga mengatakan Indonesia berkomitmen untuk membeli energi AS senilai USD 15 miliar atau sekitar Rp 244,29 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.286). Selain itu pembelian produk pertanian AS senilai USD 4,5 miliar atau sekitar Rp 73,29 triliun, dan 50 pesawat Boeing, banyak di antaranya adalah Boeing 777.
Sebelum meninggalkan Gedung Putih untuk berbicara di sebuah pertemuan puncak di Pittsburgh, Presiden Trump menuturkan, Indonesia dikenal dengan tembaga berkualitas tinggi yang akan digunakan.
Hal ini dapat berarti tembaga dari Indonesia dapat dikenakan tarif lebih rendah atau bahkan tanpa tarif sama sekali, jika Trump melanjutkan ancamannya untuk mengenakan pajak 50% atas seluruh impor tembaga pada 1 Agustus 2025.
Indonesia meski mengirimkan tembaga senilai USD 20 juta atau sekitar Rp 325,75 miliar, menurut data Departemen Perdagangan AS, jumlah itu jauh tertinggal dari pemasok utama Chili dan Kanada yang memasok logam masing-masing senilai USD 6 miliar atau sekitar Rp 97,72 triliun dan USD 4 miliar atau Rp 65,15 triliun ke AS tahun lalu.
“Tidak ada tarif di sana, mereka membayar tarif di sini. Mengubah asimetri ke arah kita,” ujar Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dalam wawancara CNBC pada Selasa pekan ini.
Negoisasi dengan Negara Lain
Trump menuturkan, India bekerja di jalur yang sama dalam hal mengamankan perjanjian perdagangan.
Pada April, Trump sempat mengenakan tarif 32% untuk barang-barang dari negara itu sebelum menghentikan apa yang disebut tarif timbal balik. Negara-negara yang seharusnya dikenakan tarif itu telah dikenakan tarif minimal 10% selama tiga bulan terakhir. Tarif itu akan berakhir pada 1 Agustus.
“Kesepakatan yang hebat untuk semua orang, baru saja dibuat dengan Indonesia. Saya berurusan langsung dengan presiden yang mereka sangat dihormati,” tulis Trump di platform media sosialnya pada Selasa pagi.
"Detailnya akan dilanjutkan,”
Ini menandai pengumuman perjanjian perdagangan keempat Trump dalam tiga bulan. Sebelumnya, ia telah menjanjikan lusinan kesepakatan dengan mitra dagang AS selama periode tersebut, tetapi hal itu terbukti sulit dicapai.
Salah satu dari empat perjanjian yang sebelumnya ia umumkan adalah dengan Vietnam awal bulan ini, yang juga diposting di Truth Social. Namun, pemerintah belum mengumumkan informasi lebih lanjut mengenai perjanjian tersebut.
Kebijakan perdagangan Trump yang fluktuatif telah melumpuhkan banyak bisnis. Beberapa pihak khawatir pesanan baru yang buat untuk produk yang diproduksi di luar negeri dapat dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi, mengingat Trump dapat dengan mudah mengubah tarif yang dikenakan pada ekspor suatu negara.
Trump Ingin Produksi Pindah ke AS
Trump mengatakan perusahaan dapat menghindari masalah seperti itu dengan memindahkan produksi ke Amerika Serikat. Namun, praktiknya tidak sesederhana itu: Bisnis mungkin tidak hanya kesulitan menemukan pekerja yang tepat, tetapi juga bisa memakan waktu bertahun-tahun dan jutaan dolar AS sebelum fasilitas manufaktur beroperasi. Kemudian, setelah produksi dipindahkan ke AS, biaya dapat meningkat, yang menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen Amerika.
Perwakilan dari pemerintah Indonesia tidak segera menanggapi permintaan komentar CNN.
Indonesia adalah mitra dagang terbesar ke-23 Amerika, menurut data Departemen Perdagangan AS tahun lalu. Amerika Serikat mengimpor barang dagangan senilai USD 28 miliar dari sana tahun lalu. Pakaian dan alas kaki adalah dua barang teratas yang dibeli orang AS.
Sementara itu, AS mengekspor barang senilai USD 10 miliar ke sana tahun lalu. Biji minyak dan biji-bijian serta minyak dan gas merupakan dua ekspor teratas.
Kebijakan Tarif Resiprokal Donald Trump
Donald Trump telah menegaskan visinya terkait make America great again melalui kebijakan tarif impor resiprokal. Ia menuturkan, pada 2 April 2025 akan dikenang sebagai hari kebangkitan industri Amerika dan direbutnya kembali takdir bangsa. Ia menyatakan, "Negara-negara asing akhirnya akan diminta untuk membayar hak istimewa akses ke pasar kita, pasar terbesar di dunia."
Meskipun disebut 'resiprokal', Trump menjelaskan tarif yang dikenakan AS tidak sepenuhnya timbal balik. "Karena kami sangat baik, kami akan mengenakan tarif kepada mereka sekitar setengah dari tarif yang mereka tetapkan kepada kami, jadi tarifnya tidak akan sepenuhnya timbal balik," ujarnya.
Pernyataan ini menunjukkan pendekatan unilateral yang menguntungkan AS, terlepas dari konsekuensi global.
Kebijakan ini mencakup tarif 20% untuk barang-barang impor dari Uni Eropa. Sementara itu, Meksiko dan Kanada, yang sempat lolos dari pengumuman awal, tetap akan dikenakan tarif 25% yang telah diberlakukan lebih awal. Langkah-langkah ini mencerminkan upaya Trump untuk menekan negara-negara lain agar mengubah praktik perdagangan mereka.
Dampak Tarif Trump Terhadap Perdagangan Global dan Indonesia
Pemberlakuan tarif impor resiprokal oleh Donald Trump berpotensi memicu gelombang balasan dari negara-negara yang terdampak, meningkatkan risiko perang dagang global. Vietnam akan dikenakan tarif tertinggi sebesar 46 persen, diikuti Thailand dengan 36 persen. Indonesia dan Taiwan sama-sama menghadapi tarif yang signifikan, yaitu sebesar 32 persen.