Liputan6.com, Jakarta Negosiasi final tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) masih terus berlanjut. Masih ada peluang tarif sejumlah komoditas asal Indonesia turun lebih rendah dari 19 persen.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan negosiasi tarif masih berjalan. Dia berharap proses negosiasi ini bisa rampung sebelum 1 September 2025.
"Jadi, sekarang prosesnya masih berjalan ya. Memang yang resiprokal kan kita dapat 19 persen itu berlaku 7 hari setelah tanggal 31 Juli kan kalau di pengumumannya, dan sekarang proses negosiasi juga masih berjalan sebenarnya mudah-mudahan sebelum 1 September sudah selesai," tutur Budi dalam Konferensi Pers Kinerja Ekspor Semester I 2025, di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Kendati begitu, Budi enggan bicara mengenai komoditas yang akan dikenakan tarif 19 persen ke pasar Amerika Serikat. Dia tetap membuka peluang adanya penurunan tarif lebih rendah untuk sebagian komoditas.
Pasalnya, masih ada negosiasi yang berjalan. Utamanya, bagi barang-barang yang tidak diproduksi di Amerika Serikat.
"Untuk komoditas, mungkin belum saya sampaikan dulu ya komoditas apa. Tapi paling tidak didalam proses negosiasi nanti kita juga ingin mendapatkan penurunan tarif seperti komoditas yang tidak dimiliki atau tidak diproduksi oleh Amerika," tuturnya.
Mendag Intip Pesaing Produk RI ke AS
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso mulai ancang-ancang antisipasi pesaing produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat (AS). Menyusul rencana tarif resiprokal baru yang akan berlaku dalam waktu dekat.
Budi menyampaikan saat ini sedang menghitung potensi produk RI ke pasar AS atas tarif baru yang telah disepakati. Termasuk mengintip negara-negara pesaing produk serupa di pasar tersebut.
"Kita juga sudah mulai mengintip dari 10 produk ekspor kita, produk utama kita, siapa pesaingnya, pesaing dari 10 produk itu berapa dapat tarif resiprokal dan saya pikir kita masih kompetitif dengan tarif-tarif yang diberikan kepada pesaing kita," kata Budi dalam Konferensi Pers Kinerja Ekspor Semester I, di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Masih Bisa Bersaing
Menurutnya, tarif 19 persen bagi produk asal RI masih lebih baik dari sejumlah negara tetangga. Diantaranya, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Kamboja kena tarif sama yakni 19 persen. Sementara itu, Vietnam dikenakan tarif 20-40 persen, Brunei Darussalam 25 persen, serta Laos dan Myanmar sebesar 40 persen.
"Kalau kita lihat kita ini dapat tarif resiprokal 19 persen, artinya ini tarif yang cukup bagus atau tarif yang kecil di negara-negara Asean termasuk beberapa negara seperti Malaysia, Filipina dan Thailand," ungkapnya.
Pada akhirnya, Budi tetap akan menghitung potensi pasar AS bagi produk Indonesia. "Kita melihat lagi pasar di Amerika, artinya kalau pasarnya ke Amerika tetap bergairah terus berarti kesempatan kita akan semakin besar karena kita mendapat tarif yang lebih bagus dibanding negara lain," tuturnya.
RI-AS Penyumbang Surplus Terbesar
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan surplus neraca perdagangan Indonesia paling tinggi dengan Amerika Serikat (AS) pada Semester I 2025. Surplus neraca perdagangan ini terjadi sebelum aktifnya tarif resprokal terbaru dari Presiden AS Donald Trump. Lantas, bagaimana dampak tarif baru?
Budi mencatat, surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang Semester I-2025 mencapai USD 19,48 miliar. Sedangkan, surplus ke AS saja tembus USD 9,92 miliar.
"Kalau kita lihat mitra dagang kita atau surplus kita tertinggi adalah ke Amerika yaitu menyumbangkan surplus yang tertinggi sampai semester I ini sebesar USD 9,92 miliar," kata Budi dalam Konferensi Pers Kinerja Ekspor Semester I 2025, di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).