Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia menawarkan pembelian barang atau impor barang dari Amerika Serikat sebesar USD 34 miliar. Tawaran itu jadi salah satu bagian dari upaya perundingan Indonesia terhadap tarif resiprokal oleh Presiden AS, Donald Trump.
Airlangga mengatakan, jumlah tawaran pembelian barang impor AS tersebut lebih besar dari surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat, yang mencapai sekitar USD 18-19 miliar.
"Jadi kita trade deficit terhadap Amerika Serikat USD 19 miliar, tetapi yang kita offer kepada mereka jumlahnya melebihi, USD 34 miliar," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Menurut dia, pengajuan pembelian barang Amerika Serikat tersebut mengikuti prinsip Pak Pok yang kerap digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto, dengan mengimpor semua bahan dari Amerika Serikat.
"Tentu kita arahan pak pok dari Presiden, dengan adanya komitmen pembelian Indonesia ke Amerika yang sifatnya tidak short term, tapi bisa long term," ungkap dia.
Adapun pembelian barang dari Negeri Paman Sam tersebut bakal terdiri dari beberapa kategori. Mulai dari sektor energi, pertanian, hingga dalam bentuk investasi.
BUMN dan Danantara
Airlangga menuturkan, BUMN dan Danantara akan ikut terlibat dalam perjanjian dagang ini. "Jadi sudah dibahas mengenai rencana pembelian energi 15,5 miliar, pembelian barang agriculture, dan terkait rencana investasi, termasuk di dalamnya BUMN dan Danantara," urainya.
Kepastian perjanjian dagang ini nantinya bakal dilaksanakan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara pihak Indonesia-AS di Amerika Serikat pada 7 Juli 2025.
"Rencananya akan diadakan perjanjian atau MoU antara Indonesia dengan mitranya di AS pada 7 juli nanti. Menunjukan bahwa Indonesia incorporated antara pemerintah, BUMN, dan pelaku usaha, bersama-sama merespon terkait dengan adanya pengenaan tarif resiprokal," jelasnya.
Coba Kejar Vietnam
Adapun dalam upaya perundingan tarif resiprokal oleh AS ini, Vietnam telah berhasil mencapai kesepakatan. Dengan pengenaan tarif lebih kecil, yakni 20 persen dari semula 46 persen.
Untuk itu, Airlangga mengutarakan, tim negosiasi dari Indonesia saat ini terus berusaha di Washington DC bersama-sama dengan negara lain, seperti India, Jepang, Uni Eropa, Malaysia, termasuk Vietnam.
"Indonesia menunjukan sangat serius merespon tarif ini. Indonesia secara tertulis pun sudah memasukan dan membahas, baik dengan USTR, Secretary of Commerce, and Secretary of Treasury," pungkas Airlangga.
Jelang Tenggat 8 Juli, Indonesia Tunggu Respons AS soal Negosiasi Tarif Dagang
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia tengah menanti tanggapan dari Amerika Serikat (AS) terkait kelanjutan negosiasi tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia telah menyampaikan penawaran lanjutan atau second offer, yang kini tengah dikaji oleh United States Trade Representative (USTR).
"Indonesia sudah memberikan second offer, seperti yang saya sudah sampaikan, dan second offer ini sudah diterima oleh USTR dan sudah di-review. Tentu, Indonesia tinggal menunggu feedback, apakah masih ada tanggapan tambahan terkait proses negosiasi yang ada," ujar Airlangga di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Penawaran ini merupakan bagian dari upaya menjelang batas waktu negosiasi yang akan berakhir pada 8 Juli 2025, tepat 90 hari sejak Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif baru terhadap negara mitra dagang utama, termasuk Indonesia.
Airlangga menyebut pemerintah telah menyepakati sejumlah permintaan dari pihak AS, termasuk penyesuaian tarif dan penghapusan hambatan dagang tertentu. Bahkan, komunikasi langsung telah dilakukan dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang menurut Airlangga memberikan apresiasi atas tawaran Indonesia.
Bergantung AS
Namun demikian, keputusan akhir tetap bergantung pada proses internal pemerintah AS, yang mencakup koordinasi lintas lembaga seperti USTR, Departemen Perdagangan, dan Departemen Keuangan.
Airlangga menambahkan bahwa tim negosiator Indonesia kini bersiaga di Washington dan Tiongkok, menanti perkembangan terbaru dari pihak AS.
"Saat sekarang, tim Indonesia standby di Washington dan di China. Kita tunggu saja bagaimana pemerintah Amerika merespons. Hari ini mereka sedang sibuk urusan anggaran, peak budget itu sampai tanggal 4 Juli. Jadi, mungkin sesudah itu baru masalah tarif ini bisa dibahas lebih lanjut," jelasnya.
Sebagai catatan, pengenaan tarif 32 persen yang diberlakukan pemerintah AS ke Indonesia ditujukan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan antara kedua negara.
Meski demikian, Airlangga menegaskan, hasil akhir negosiasi masih bersifat dinamis, terutama karena banyak negara lain yang juga tengah melakukan proses serupa dengan Washington.