Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing mengalir keluar pada pekan keempat Juli 2025. Sepanjang 2025, tercatat masih banyak modal asing yang keluar dari Indonesia.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menuturkan, data transaksi 28 sampai 31 Juli 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp16,24 triliun.
"Nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp16,24 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp2,27 triliun di pasar saham, Rp1,37 triliun di pasar SBN, dan Rp12,60 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)," kata Ramdan dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, Minggu (3/8/2025).
Ramdan menuturkan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
Apapun selama 2025, berdasarkan data setelmen hingga 31 Juli 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp58,69 triliun di pasar saham dan Rp77,39 triliun di SRBI, serta beli neto Rp59,07 triliun di pasar SBN.
Kemudian untuk Premi CDS Indonesia 5 tahun per 31 Juli 2025 sebesar 71,40 bps, naik dibanding dengan 25 Juli 2025 sebesar 69,94 bps, sedangkan Rupiah dibuka pada level (bid) Rp Rp16.500 per dolar AS dan Yield SBN 10 tahun stabil di 6,56%.
Rupiah Menguat Akhir Juli
Pengamat Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi, mencatat pada perdagangan 30 Juli, mata uang rupiah ditutup menguat tipis 4 poin sebelumnya sempat menguat 30 poin di level Rp 16.405 dari penutupan sebelumnya di level 16.649.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 16.390-6.450," kata Ibrahim dalam keterangannya, Rabu (30/7/2025).
Adapun faktor pendorong kurs rupiah menguat, diantaranya para pejabat AS dan Tiongkok sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata tarif 90 hari mereka pada Selasa, setelah dua hari perundingan yang digambarkan kedua belah pihak sebagai perundingan konstruktif di Stockholm yang bertujuan meredakan perang dagang yang semakin memanas antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia yang mengancam pertumbuhan global.
Kemudian tidak ada terobosan besar yang diumumkan, dan para pejabat AS mengatakan keputusan untuk memperpanjang gencatan senjata perdagangan yang berakhir pada 12 Agustus atau membiarkan tarif melonjak kembali ke angka tiga digit berada di tangan Presiden Donald Trump.
"Namun, Menteri Keuangan AS Scott Bessent meredam ekspektasi bahwa Trump akan menolak perpanjangan tersebut. "Pertemuan-pertemuan itu sangat konstruktif," kata Bessent kepada para wartawan setelah pertemuan berakhir. "Hanya saja kami belum memberikan tanda tangan," ujar Ibrahim.
Tekanan Trump
Kemudian, keyakinan yang semakin meningkat The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan dan tetap tidak berkomitmen untuk pelonggaran lebih lanjut, meskipun ada tekanan dari Presiden Donald Trump untuk memangkas suku bunga.
Namun, tekanan dari Trump dapat menimbulkan perselisihan di antara para pembuat kebijakan The Fed. Gubernur Christopher Waller dan Michelle Bowman kemungkinan akan memberikan suara menentang keputusan Powell untuk mempertahankan suku bunga acuan.
Kendati demikian, beberapa tanda meredanya kondisi di pasar tenaga kerja, ditambah dengan kejelasan yang lebih lanjut tentang tarif Trump, juga dapat membuat The Fed lebih terbuka untuk akhirnya memangkas suku bunga acuan.