Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan Yassierli meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan meningkatkan peserta Jaminan Pensiun (JP). Menurutnya, program ini seharusnya bisa menarik minat para pekerja, mengingat risiko jangka panjang.
Dia mengatakan, 10 tahun umur program jaminan pensiun ini patut disyukuri. Meski, perlunya program ini juga menjangkau lebih banyak peserta.
"Satu dekade kita syukuri, tentu sudah memberikan banyak kemanfaatan, tapi tetap ke depan tantangan itu semakin berat, bagaimana program ini tadi, ada beberapa kata kuncinya, itu bisa inklusif, bisa adil, dan salah satunya, indikatornya itu adalah kepesertaan, yang harus ditingkatkan," kata Yassierli di Plaza BPJamsostek, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Dia berharap BPJS Ketenagakerjaan bisa melakukan peningkatan peserta jaminan pensiun tersebut. Diketahui, saat ini jumlah peserta program ini telah menyentuh 14 juta orang.
Untuk meningkatkan jumlah peserta tadi, Yassierli memandang perlunya ada kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya. Termasuk juga ditambah dengan dorongan inovasi dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Itu yang harus kita lebih kuatkan, agar tadi, kepesertaan, kemudian bagaimana meningkatkan literasi, sehingga masyarakat paham, masyarakat tahu, masyarakat memang merasa butuh, karena harusnya memang program ini menarik, memberikan solusi kepada masyarakat," tutur Menaker.
Perlu Perubahan Regulasi Jaminan Pensiun
Diberitakan sebelumnya, dalam upaya memperluas cakupan kepesertaan, meningkatkan nilai manfaat, serta menjamin keberlanjutan pembiayaan program di masa depan, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengusulkan sejumlah perbaikan regulasi dalam sistem jaminan pensiun nasional.
"Harus ada pembaruan regulasi agar program ini benar-benar inklusif dan berkelanjutan, serta memberikan manfaat yang layak bagi pekerja Indonesia," ujarnya dilansir dari ANTARA.
Dalam aspek kepesertaan, Edy mengusulkan revisi terhadap Pasal 39 hingga Pasal 42 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Tujuannya, agar Program Jaminan Pensiun (JP) dapat diakses oleh seluruh pekerja, termasuk di sektor informal, serta mewajibkan pekerja mikro dan kecil untuk ikut serta. Ia juga mendorong revisi Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN agar pemerintah dapat menanggung iuran JP bagi pekerja miskin dan tidak mampu.
Butuh Aturan Turunan
Edy menekankan pentingnya penerbitan segera Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari Pasal 23 UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, untuk mengatur pengelolaan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi aparatur sipil negara (ASN) melalui BPJS Ketenagakerjaan, termasuk JP bagi ASN.
"Ini penting agar keberlangsungan kepesertaan tetap terjaga ketika seseorang berpindah status dari pekerja swasta ke ASN, atau sebaliknya," tegasnya.Dalam hal manfaat, Edy mengusulkan peningkatan koefisien perhitungan manfaat dalam Pasal 17 ayat (2) PP tentang JP dari 1 persen menjadi 1,33 persen.
"Langkah ini merujuk pada Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952, yang merekomendasikan manfaat minimal 40 persen dari upah terakhir dengan masa iur 30 tahun," kata dia.
Tingkatkan Iuran JP
Edy juga menambahkan agar manfaat pensiun bagi ahli waris peserta meninggal atau peserta yang mengalami cacat total tetap ditetapkan minimal 1,5 kali dari garis kemiskinan, mengingat saat ini nilai manfaat masih berada di bawah ambang tersebut.
"Pemerintah juga harus segera meningkatkan iuran JP agar program tidak mengalami defisit keuangan. Ini bagian dari memastikan keberlanjutan dana pensiun nasional," ujarnya.
Untuk mendukung kepatuhan dan transparansi, Edy mengusulkan agar pengawas pemeriksa BPJS Ketenagakerjaan diberikan kewenangan pemeriksaan langsung dengan dukungan pengawas ketenagakerjaan dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Ia juga mendorong kajian menyeluruh terhadap kemungkinan konsolidasi antara JP, Jaminan Hari Tua (JHT), dan kompensasi PHK menjadi satu sistem tabungan hari tua nasional yang terdiri dari akun manfaat pasti dan pembayaran lumpsum.