Makan Bergizi Gratis: Gimmick Pemilu 2029 atau Solusi Nyata?

1 month ago 23

Liputan6.com, Jakarta - Program makan bergizi gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari peneliti di Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bakhrul Fikri.

Fikri menilai bahwa program makan bergizi gratis lebih berfungsi sebagai gimmick politik menjelang Pemilu 2029, daripada sebagai solusi riil untuk masalah kemiskinan dan ketahanan pangan yang dihadapi oleh masyarakat.

Menurut Fikri, program makan bergizi gratis terkesan sebagai langkah populis yang dilakukan hanya untuk menarik simpati publik menjelang pemilu mendatang.

"Ini terkesan gimmick, karena ya seperti kebijakan populis lainnya program MBG ini terlalu memaksakan dan hanya mengincar simpati masyarakat dan rentan disalahgunakan untuk kepentingan Pemilu di 2029 nanti," kata Bakhrul Fikri dalam Diskusi Publik terkait Makan Begizi Gratis, di Jakarta, dittulis Selasa (31/12/2024).

Di sisi lain, ia menilai program Makan Bergizi Gratis ini berpotensi besar menimbulkan penyimpangan, seperti pertama, korupsi dalam pengadaan barang dan distribusi bahan makanan.

Penyimpangan

Rantai birokrasi yang panjang, ditambah dengan keterlibatan banyak institusi Pemerintah dari pusat hingga daerah, membuka peluang bagi praktik korupsi.

Penyimpangan dapat terjadi dalam proses tender pengadaan bahan makanan, di mana pejabat atau pihak terkait berusaha memenangkan tender dengan harga yang lebih tinggi, atau bahkan melakukan penerimaan suap untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

"Antar pejabat dan penyedia bahan makanan, terkait bagaimana memenangkan tender dengan harga yang lebih tinggi, penerimaan suap dan laiinnya, yang pada intinya potensi korupsi dalam program MBG nanti kemungkinan akan terjadi sangat besar dalam pengadaan dan distribusi makanan," ujarnya.

Penyimpangan kedua, yakni pemalsuan data penerima manfaat MBG. Ketidakjelasan mengenai siapa saja yang berhak menerima bantuan, seperti usia anak sekolah, sekolah mana yang berhak menerima program MBG, dan pendapatan orangtua, menciptakan ruang untuk manipulasi data.

Pengawasan

Ketiga, penyelewengan terkait pengelolaan dana dan anggaran program MBG. Keempat, yakni penyimpangan dalam proses pengawasan dan evaluasi program tersebut.

Menurutnya, pengawasan yang lemah bisa membuka kesempatan bagi pihak yang terlibat dalam program untuk melakukan penyimpangan, baik dalam hal distribusi, kualitas bahan makanan, maupun dalam penggunaan dana yang tidak tepat sasaran.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |