Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) tinggal selangkah lagi disahkan DPR RI. Beleid terbaru ini dikebut dalam waktu singkat.
Associate Director BUMN Research Universitas Indonesia, Toto Pranoto menyampaikan, salah satu alasan dikebutnya pembahasan RUU BUMN berkaitan dengan hadirnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Badan baru bentukan Presiden Prabowo Subianto ini memang masih menghadapi beragam tantangan, seperti regulasi yang mendasari pendiriannya.
"Jadi pendirian BP Danantara menurut saya menjadi salah satu poin penting kenapa RUU BUMN ini dikebut," kata Toto kepada Liputan6.com, Selasa (4/2/2025).
Dia menjelaskan, dalam RUU BUMN memuat nama Kementerian BUMN dan BPI Danantara sebagai pemilik perusahaan pelat merah. Sebelumnya, BUMN berada di Kementerian Keuangan dengan kuasa pengelolaan di Kementerian BUMN.
"Salah satu poin paling penting dalam RUU BUMN ini soal perpindahan atribusi kepemilikan negara atas BUMN. Dari sebelumnya milik Kemenkeu, sekarang dipindahkan ke KBUMN dan BP Danantara," jelas Toto.
Peran Danantara juga semakin dipertegas melalui aturan anyar ini. Nantinya, Danantara akan memiliki peran sebagai pengelola BUMN dan pengelola investasi.
"Dalam RUU ini peran Danantara akan punya peran strategis, bukan saja sebagai pengelola BUMN , tapi juga pengelola investasi," ungkapnya.
Perjalanan RUU BUMN
Informasi, rencana pembahasan RUU BUMN sebetulnya sudah muncul sejak periode pertama Menteri BUMN Erick Thohir. Namun, belum ada pembahasan pasti yang dilakukan.
Waktu berselang, pembahasan RUU BUMN kembali masuk program legislasi nasional (prolegnas) di Komisi VI DPR RI pada 2025 ini. Pembahasan perdana RUU inisiatif DPR ini dilakukan pada Januari 2025.
Pembahasan mulai erat ketika Menteri BUMN Erick Thohir dan sejumlah menteri lainnya menyampaikan pandangan pemerintah atas pembahasan RUU BUMN. Selanjutnya, Komisi VI DPR RI sepakat membentuk panitia kerja (panja) RUU BUMN. Pembahasan pun semakin intensif.
Masukan dari para akademisi turut diakomodasi. Termasuk membahas daftar inventarisasi masalah. Puncaknya, pembahasan Panja RUU BUMN dan pemerintah digelar pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Akhirnya, RUU BUMN bakal disahkan menjadi regulasi pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN pada Selasa, 4 Februari 2025, hari ini. Salah satu alasannya tak lain karena perkembangan dunia bisnis dan aturan yang dinilai sudah terlalu tua.
Poin Penting RUU BUMN
Diberitakan sebelumnya, DPR RI akan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN). Ada sejumlah poin penting yang jadi topik hangat pembahasannya.
Diketahui, RUU BUMN menjadi satu regulasi teranyar yang mengubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Aturan itu dinilai sudah terlalu usang ditengah perkembangan bisnis saat ini.
Dalam perjalanan pembahasannya, aspek kesehatan BUMN menjadi salah satu perhatian. Tujuannya meningkatkan kontribusi BUMN ke negara serta melakukan restrukturisasi perusahaan pelat merah.
Pengamat BUMN Universitas Indonesia, Toto Pranoto menyoroti juga soal kewenangan Kementerian BUMN setelah adanya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Pada tahap awal, keduanya akan berbagi peran.
"Masa transisi Kementerian BUMN akan menjadi regulator dan eksekusi akan dikerjakan oleh BPI Danantara," kata Toto dalam kesimpulan rapat dengan Panitia Kerja RUU BUMN Komisi VI DPR RI, dikutip Selasa (4/2/2025).
Dia juga memberikan perhstian perlunya Holding Operasional yang bisa membuat BUMN yang ada tetap jalan. Kemudian, beberapa aparatur SDM birokrasi dari Kementerian BUMN bisa dialihkan ke BPI Danantara .
BPI Danantara juga diarahkan untuk mengembangkan bisnis atau industri baru. Sehingga tifak sebatas mengelola dana investasi BUMN. Toto menegaskan, BPI Danantara harus memiliki struktur yang kuat.
"Karakteristik Ideal Struktur Organisasi BPI Danantara diantaranya Independensi dan Profesionalisme, Tata Kelola yang Baik (Good Governance), Fleksibilitas dan Adaptabilitas, Holding Investasi & Holding Operasional, Fokus pada Investasi," urai dia.
Kejelasan Penugasan BUMN
Selain terkait Danantara, Toto juga ikut menyoroti terkait kejelasan penugasan BUMN. Misalnya, aksi korporasi yang terhalang pengaturan bisnis dari negara. Ini idsandingkan dengan sanksi hukum yang membayangi rencana aksi korporasi perusahaan BUMN.
Berikutanya, terkait dengan mekanisme kompensasi subsidi yang dijalankan oleh BUMN. Ini termasuk pada skema pembayaran, jangka waktu, pencatatan dan pelaporan, dan sebagainya.
"Banyaknya permasalahan keuangan yang dihadapi oleh BUMN yang mendapat penugasan pelayanan public (PSO), terutama yang berkaitan dengan cashflow. Sehingga penugasan khusus yang diberikan kepada BUMN seringkali menjadi beban bagi BUMN jika tidak diikuti dengan dukungan atau support pendanaan dari pemerintah," beber Toto.
Toto juga memberikan catatan soal perlunya aturan anak perusahaan BUMN. Mengingat lagi saat ini banyak anak perusahaan setelah dilakukannya restrukturisasi dan holdingisasi di beberapa BUMN.
Menurutnya, anak perusahaan BUMN tidak diatur dalam UU Nomor 19/2003 tentang BUMN.