Liputan6.com, Jakarta - Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Irjen Pol (Purn) Aan Suhanan menuturkan, Program Buy The Service (BTS) yang dijalankan Kementerian Perhubungan awalnya dirancang sebagai solusi awal untuk mendorong pemerintah daerah menghadirkan layanan transportasi umum yang layak.
Namun ke depan, keberlanjutan program ini sangat bergantung pada kolaborasi multipihak terutama peran BUMN, BUMD, dan swasta dalam pengelolaannya.
"Program By The Service (BTS) ini saya berharap ke depan BUMN, BUMD, kemudian swasta dengan efisiensi anggaran yang ada, ini bisa berkolaborasi di situ, bisa bersinergi dalam proyek BTS ini," kata Aan dalam diskusi Masa Depan mobilitas Kota, di Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Ia menekankan BTS sebaiknya tidak terus-menerus bergantung pada pendanaan pusat. Pemerintah daerah, melalui kerja sama dengan badan usaha milik negara dan daerah serta pelaku swasta, diharapkan bisa mengambil peran aktif dalam membiayai dan mengembangkan sistem ini secara mandiri.
Langkah ini dinilai penting agar program BTS bisa berkembang secara berkelanjutan dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat yang terus berubah, tanpa terkendala beban fiskal pusat yang makin besar.
"Sehingga harapan kita ke depannya transportasi yang aman, nyaman, selamat, dan murah, itu yang penting murah tadi, karena itu cukup mahal di kita bagaimana mengintegrasikan ini sehingga harganya bisa terjangkau," ujarnya.
Dulu Tak Menarik, Kini Diakui Bermanfaat
Adapun kata Aan, Program Buy The Service (BTS) yang digagas Kementerian Perhubungan sempat dipandang sebelah mata. Di awal peluncurannya, BTS dianggap tidak menarik atau “tidak seksi” oleh sejumlah kepala daerah.
Bahkan ada yang menolak mentah-mentah karena khawatir akan menambah beban anggaran dan menuai konflik dengan moda transportasi lokal yang sudah ada.
Namun anggapan itu kini berubah. Setelah lima tahun berjalan, program BTS mulai menunjukkan hasil nyata di lapangan. Di kota-kota yang sudah menerapkan BTS, transportasi umum menjadi lebih tertata, load factor (tingkat keterisian penumpang) meningkat, dan minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum mulai tumbuh.
"Awalnya ditolak, banyak yang menolak karena program ini pun tidak seksi, tapi manfaatnya untuk masyarakat luar biasa," ujar Aan.
Berangkat dari Kegagalan
Sebelum BTS, pemerintah pusat sempat mencoba memberikan bantuan berupa bus ke pemerintah daerah sebagai bentuk dukungan terhadap transportasi massal.
Namun, banyak daerah gagal mengelola bantuan itu dengan baik. Bus-bus mangkrak, pengelolaan amburadul, dan sistem layanan tak berjalan. Kegagalan ini menjadi pelajaran berharga. Pemerintah kemudian meluncurkan BTS sebagai pendekatan baru, di mana pengelolaan transportasi tidak hanya menyerahkan armada, tapi juga sistem, pengawasan, hingga pembayaran berbasis layanan.
"Akhirnya, kita luncurkan program yang akan kita bicarakan sekarang ini. Program BTS. Ini sudah di 14 kota, sudah berjalan program BTS ini. Ini sebagai stimulus kepada pemerintah daerah, untuk menata, mengelola transportasi umum," pungkasnya