KKP Pangkas Aturan Pengenaan Denda Kapal dan Usaha di Pulau Kecil

9 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memangkas sejumlah syarat pengenaan sanksi denda kepada pelanggaran di sektor usaha kelautan dan perikanan. Ini merujuk pada pelanggaran kapal penangkap ikan maupun usaha di pulau-pulau kecil.

Direktur Penanganan Pelanggaran, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Teuku Elvitrasyah mengatakan, penyederhanaan hitungan denda itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang  Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

"Jadi kalau dilihat di dalam PP yang lama, pengenaan denda administrasi untuk perikanan, yaitu kapal-kapal penangkap ikan itu penghitungan lebih rumit," kata Teuku dalam Konferensi Pers di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Kala itu, penghitungan pengenaan denda harus mencakup besaran ukuran kapal (GT), lama waktu pelanggaran, efektivitas alat tangkap, hingga jenis ikan dan patokan harga ikan tertinggi yang ditangkap.

Sementara itu, merujuk PP 28/2025, denda administratif dikenakan jika tidak memiliki Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU). Nantinya denda akan dihitung dengan besaran kapal.

"Tapi bukan berarti tidak ada pengenaan administrasi, karena ada SP, ada pembekuan juga, tapi untuk denda itu nanti penghitungannya mulai dari 10 GT ke atas di kali berapa pelanggarannya, nanti dari 10 GT ke atas sampai 30, nanti dari 30 GT ke atas sampai 60 seperti itu, jadi tidak lagi rumit seperti dulu," bebernya.

Denda Pelanggaran di Pulau-Pulau Kecil

Teuku menjelaskan, formulasi baru pengenaan denda bagi usaha di pulau-pulau kecil juga diubah. Utamanya berkaitan dengan penggunaan lahan sesuai izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut. 

Pada bagian ini, denda bagi penanaman modal asing (PMA) dan pananaman modal dalam negeri (PMDN) ikut diubah. Pengenaan denda diberikan ke perusahaan yang tak memiliki izin dari KKP. 

Adapun formulasi besaran pengenaan denda diubah menjadi 250 persen dikali luasan pelanggaran bagi PMA. Kemudian, 200 persen dikali luasan pelanggaran (hektare) dikali tarif rekomedasi.

Ini berlaku untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil dibawah 100 km persegi. "Jadi detailnya itu cukup banyak, tapi intinya itu untuk mempermudah penghitungan dan juga tidak menyulitkan dalam pengenaan sanksi itu," kata Teuku.

BUMN Tambang Harus Lapor Tepat Waktu

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimbau perusahaan tambang yang tergabung dalam BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia, MIND ID, untuk tepat waktu menyampaikan laporan tahunan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sampai masa berlakunya habis. 

Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut KKP Kartika Listriana mengatakan, hal tersebut merupakan bentuk kepatuhan dan ketaatan pelaku usaha terhadap peraturan yang berlaku.

"Sampaikan laporan tahunan secara tepat waktu, jangan sampai telat, karena jika terlambat akan dikenakan sanksi administrasi. Ini merupakan bentuk kepatuhan dan ketaatan pelaku usaha terhadap peraturan yang berlaku"  tegas Kartika di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).

Ada Denda Rp 5 Juta per Hari

Sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021, keterlambatan penyampaian laporan tahunan PKKPRL akan dikenakan denda administrasi sebesar Rp 5 juta per hari. 

Sementara, kewajiban penyampaian laporan tahunan merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 137 huruf m Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.

Guna membantu dan mempermudah akses penyampaian laporan tahunan, KKP telah menyiapkan sistem aplikasi e-Sea (https://e-sea.kkp.go.id) yang dapat diakses oleh pemegang KKPRL.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |