Kena Tarif Trump 19 Persen, Minyak Sawit RI Lebih Bersaing Lawan Malaysia

1 month ago 24

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengintip peluang meningkatnya daya saing minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke pasar Amerika Serikat (AS). Terutama usai Indonesia dikenakan tarif impor 19 persen ke AS.

Menurutnya, pengenaan tarif Impor 19 persen buat produk asal Indonesia ke pasar AS ini akan menguntungkan, termasuk hasil pertanian dari dalam negeri. Apalagi, jika dibandingkan dengan Malaysia yang dikenakan tarif 25 persen, lebih tinggi dari Indonesia. Indonesia dan Malaysia menjadi kontributor terbesar minyak sawit dunia.

"Itu kita melihat peluang di situ, sisi lain yang sangat menguntungkan Indonesia. Yang pertama CPO. CPO kita, tarifnya kan Indonesia 19 persen, kemudian negara tetangga yang memegang CPO 80 persen di dunia, itu adalah Malaysia dan Indonesia, Malaysia 25 persen tarifnya," ucap Amran ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Menurutnya, peluang ini perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk merambah pasar global. Seperti diketahui, produk CPO Indonesia berpeluang mendapat tarif lebih rendah, bahkan mendekati nol persen, seiring proses negosiasi lanjutan yang masih berjalan.

Pada saat yang sama, produk CPO Indonesia bebas tarif masuk ke pasar Uni Eropa. Hal tersebut tertuang dalam kesepakatan dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA).

"Artinya peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik. Kemudian Indonesia dengan IEU CEPA, itu kita juga sudah tanda tangan. Tentu CPO kita juga di sana baik harganya. Jadi kita gunakan dengan baik, ini sangat bagus," sebutnya.

RI Lanjut Negosiasi

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat (AS) masih berlanjut. Ada peluang sejumlah komoditas strategis Indonesia dikenakan tarif di bawah 19 persen bahkan 0 persen.

Negosiasi akan dieratkan pada komoditas sumber daya alam yang tidak diproduksi di Negeri Paman Sam. Misalnya, kelapa sawit, kakao, hingga beberapa komponen industri.

"Produk-produk itu antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, produk agro, dan juga produk mineral lainnya termasuk juga komponen pesawat terbang dan juga komponen daripada produk industri di kawasan industri tertentu seperti di free trade zone," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

IEU Cepa Jadi Pertimbangan Trump

Asal tahu saja, dalam perkembangan negosiasi terakhir, komoditas asal Indonesia akan dikenakan tarif impor masuk AS sebesar 19 persen. Namun, masih ada ruang negosiasi lanjutan yang menyasar komoditas-komoditas tadi agar bisa mendapat tarif lebih rendah.

Airlangga menegaskan, Presiden AS Donald Trump turut mempertimbangkan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang tidak dikenakan tarif masuk dalam perjanjian dagang Indonesia-Uni Eropa.

"Amerika juga melihat bahwa Eropa memberikan kita CPO itu 0 persen dalam IEU CEPA, jadi beberapa itu menjadi tolok ukur," ucap dia.

RI Fokus Impor Kedelai dan Gandum

Indonesia akan melakukan impor komoditas pangan dari Amerika Serikat (AS) senilai USD 4,5 miliar atau setara Rp 73,44 triliun (asumsi kurs Rp 16.322). Kedelai dan gandum jadi dua komoditas penting yang akan diimpor.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan dua komoditas itu yang difokuskan untuk diimpor dari AS. Ini sebagai konsekuensi dari kesepakatan negosiasi atas tarif 19 persen yang diumumkan Presiden AS Donald Trump buat Indonesia.

"Itu gandum, fokus pada gandum, kemudian kedelai, itu dua komoditas," ungkap Amran ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |