Liputan6.com, Jakarta - Data terbaru menunjukkan kedalaman dan keparahan kemiskinan di wilayah perkotaan terus memburuk, bahkan dalam tren yang berlawanan dengan kondisi di pedesaan.
Meskipun angka kemiskinan secara nasional menunjukkan penurunan sebesar 0,14 persen, dari 24,06 persen pada September 2024 menjadi 23,85 persen pada Maret 2025, tetapi kondisi di wilayah perkotaan justru mengkhawatirkan.
Dua indikator penting kesejahteraan, yakni Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), justru mengalami kenaikan di perkotaan.
Hal ini menandakan penurunan tingkat kemiskinan secara keseluruhan belum sepenuhnya mencerminkan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin, khususnya di daerah perkotaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di perkotaan meningkat dari 0,981 pada September 2024 menjadi 1,061 pada Maret 2025. Kenaikan ini mencerminkan masyarakat miskin di kota tidak hanya bertambah jumlahnya, tetapi juga hidup semakin jauh di bawah garis kemiskinan.
Kelompok miskin kota bukan hanya hidup di bawah garis kemiskinan, tetapi juga makin tertinggal secara daya beli. Hal ini diakibatkan karena pengeluaran bahan pokok meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan mereka yang stagnan bahkan cenderung menurun, terutama terhadap sektor informal dan pekerja lepas.
Hal ini yang membuat penduduk miskin tidak mampu mengimbangi biaya hidup yang melonjak, dan memperlebar jarak terhadap garis kemiskinan.
Perlindungan Sosial Dorong Pemulihan di Desa
Sementara itu, tren berbeda terjadi di pedesaan, di mana indeks kedalaman kemiskinan justru terus menurun. Artinya, terdapat perbaikan kesejahteraan relatif bagi masyarakat miskin di desa, kontras dengan tekanan hidup yang semakin berat di kota-kota besar.
Ketimpangan di desa mengalami tren penurunan, terbantu dengan program dana desa dan gelontoran program perlindungan sosial yang banyak menyasar penduduk perdesaan juga ikut membantu mengurangi ketimpangan.
“Jadi saya pikir itu juga menjadi alarm yang cukup serius yang harus diperhatikan pemerintah, karena masyarakat miskin di perkotaan ini tentu sangat sensitif juga terhadap isu-isu sosial dan politik,” Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov dalam diskusi publik pada, Selasa (29/7/2025).
Dalam paparannya di Diskusi Publik, Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperingatkan peningkatan kerentanan masyarakat miskin di perkotaan tidak dapat dianggap sebagai isu ekonomi semata, melainkan juga menjadi hal serius yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
“Ketika terjadi guncangan-guncangan sosial di perkotaan, itu biasanya juga akan lebih mudah menyulut instabilitas sosial dan politik di tanah air,” tambahnya.
Ketimpangan akses terhadap kebutuhan dasar, minimnya perlindungan sosial, dan gejolak harga tidak hanya dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat miskin kota, tetapi juga dapat berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila pemerintah dan negara tidak hadir untuk melindungi kelompok rentan tersebut.
BPS Catat Jumlah Penduduk Miskin hingga Maret 2025 Sebanyak 23,85 Juta Orang
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta orang. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024.
Dalam persentase, tingkat kemiskinan nasional berada di angka 8,47 persen, turun 0,1 persen poin dari periode sebelumnya.
"Saya akan mengumumkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada Maret 2025. Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 23,85 juta orang atau turun 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024," kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025, Jumat (25/7/2025).
Ateng menjelaskan bahwa penurunan ini melanjutkan tren positif yang telah terjadi sejak Maret 2023. Sebelumnya, pada periode September 2022 hingga Maret 2022. sempat terjadi peningkatan kemiskinan sebesar 0,03 persen poin.
Tren penurunan kemiskinan dalam dua tahun terakhir menunjukkan adanya pemulihan ekonomi pascapandemi dan stabilitas harga kebutuhan pokok yang relatif terjaga.
Meski demikian, BPS tetap menekankan perlunya perhatian khusus terhadap kelompok masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
"Nah kemudian, sejak Maret 2023 sampai dengan Maret 2025 kemiskinan berangsur mengalami penurunan," ujar Ateng.