Liputan6.com, Jakarta - Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Komersialisasi dan Transportasi Migas, Satya Hangga Yudha Widya Putra, melakukan kunjungan kerja ke Kilang Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian evaluasi kilang Pertamina sekaligus memperkuat sinergi.
General Manager RU VI Balongan, Yulianto Triwibowo menjelaskan, Kilang Pertamina RU VI Balongan merupakan salah satu kilang termuda milik Pertamina yang memiliki posisi strategis karena berdekatan langsung dengan Jakarta.
“Kondisi kilang saat ini aman terkendali dan beroperasi secara normal,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/7/2025).
Yulianto juga menekankan bahwa kualitas SDM Pertamina sangat kompetitif dan profesional, tak kalah dengan perusahaan migas global seperti Aramco dan Petronas.
Satya Hangga mengungkapkan bahwa kunjungan ini melanjutkan inspeksi sebelumnya ke RU II Dumai, RU III Plaju, dan RU V Balikpapan. Ia menyampaikan keprihatinan atas defisit energi yang dihadapi Indonesia saat ini.
“Konsumsi minyak mencapai 1,6 juta barel per hari, sedangkan produksi domestik hanya 600 ribu barel. Artinya, kita harus mengimpor sekitar 1 juta barel per hari,” ungkapnya.
Menurutnya, peran kilang dalam mengolah minyak menjadi BBM dan LPG sangat vital, terutama dalam menekan ketergantungan impor.
Tantangan Produksi dan Distribusi
Manager RBO RU VI, Astri Agustiana Sari, menjelaskan bahwa RU VI memiliki kapasitas pengolahan hingga 150 MBSD dengan indeks kompleksitas tertinggi di antara kilang lainnya (11,9). Crude oil yang diolah terdiri dari 65% pasokan domestik dan 35% impor.
Produk utama yang dihasilkan mencakup Pertalite, Pertamax, Avtur, Solar, serta produk non-BBM seperti propylene dan decant oil. Sekitar 82% hingga 85% dari output kilang didistribusikan ke wilayah Jabodetabek melalui jalur pipa.
Namun, kendala di jalur pipa Cikampek–Jakarta disebut kerap mengganggu kelancaran distribusi.
Permasalahan Harga dan Kinerja Finansial
Senior Manager Operation & Manufacturing, Eko Nurcahyono, menyoroti persoalan disparitas harga. Ia menyebut selisih harga produk seperti Mogas yang terlalu tipis dengan harga minyak mentah membuat margin keuntungan kilang jadi kecil.
Selain itu, harga jual LPG dan decant oil yang rendah turut membebani performa keuangan.
“Kami juga berharap adanya dukungan harga gas alam yang lebih kompetitif untuk kebutuhan bahan bakar kilang,” katanya.
Astri menambahkan bahwa kebijakan harga sangat menentukan profitabilitas, dan pihaknya siap memproduksi BBM rendah sulfur sesuai standar Euro 4 dan Euro 5 jika ada dukungan regulasi.
Kesiapan Teknologi dan Harapan Dukungan Pemerintah
Satya juga menyinggung isu ekspor minyak mentah. Ia menilai tidak ideal apabila minyak domestik justru diproses di luar negeri lalu dijual kembali ke Indonesia. Meski begitu, ia memahami bahwa khusus di RU VI, ekspor decant oil tidak diketahui secara pasti tujuan akhirnya karena kilang hanya sebagai produsen.
General Manager Yulianto menekankan bahwa KPI sebagai entitas bisnis hanya menerima harga minyak yang ditentukan pasar. Ia berharap peningkatan teknologi kilang untuk mendukung standar BBM ramah lingkungan bisa terus didukung pemerintah.