Liputan6.com, Jakarta - Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Indonesia terus menunjukkan ketahanan ekonominya. Pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tercatat sebesar 4,87%, dengan inflasi yang tetap terkendali di level 2,37% per Juli 2025. Ketangguhan ini turut diperkuat oleh peringkat kredit BBB yang stabil dari lembaga pemeringkat S&P.
Menambah optimisme tersebut, Indonesia baru-baru ini berhasil mencapai kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat yang berujung pada penurunan tarif impor dari 32% menjadi 19%.
Langkah ini diyakini mampu melindungi sekitar 5 juta lapangan kerja, terutama di sektor padat karya. Bersama dengan Vietnam, Indonesia juga tengah aktif bernegosiasi dengan AS guna mengamankan investasi dan perdagangan dari risiko ketidakpastian global.
Dalam forum Indonesia–Vietnam Friendship Association (IVFA) bertema "Resilience & Partnership: Navigating Regional Growth Amid Global Uncertainty", Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan pentingnya kerja sama ASEAN, terutama dalam transformasi digital melalui ASEAN Digital Economic Framework Agreement (DEFA).
Menko Airlangga menuturkan, Vietnam juga telah memainkan peran penting dalam komunitas ekonomi ASEAN, terutama dalam rencana strategis ASEAN, termasuk yang terbaru dan paling krusial bagi pertumbuhan ASEAN yaitu ASEAN Digital Economic Framework Agreement (DEFA) yang diharapkan implementasinya akan meningkatkan nilai ekonomi digital ASEAN menjadi USD2 triliun pada 2030. Dan Indonesia diperkirakan sekitar USD600 miliar.
"Jadi, saya pikir ini merupakan peluang bagi Indonesia dan juga bagi ASEAN,” tutur Menko Airlangga.
Komitmen terhadap Masa Depan yang Berkelanjutan
ASEAN juga semakin serius dalam mewujudkan masa depan yang hijau dan inklusif. Sejumlah inisiatif seperti Netralitas Karbon ASEAN, Ekonomi Biru, dan Ekonomi Sirkular menjadi bukti komitmen kawasan dalam menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Sementara itu, proses finalisasi ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) turut mencerminkan upaya penyederhanaan perdagangan di tengah tantangan global yang terus berubah.
Menko Airlangga menyampaikan perang dagang global menjadi momentum bagi ASEAN untuk memperkuat kerja sama internal.
"Dengan adanya perang dagang global saat ini, saya rasa ASEAN, yang percaya pada kolaborasi multilateral, harus memperkuat ekonomi intra-ASEAN-nya sendiri. Kita memiliki 600 juta penduduk dan ekonomi kita juga lebih dari USD3 triliun. Jadi, saya pikir ini ruang bagi kita untuk saling memperkuat rantai nilai regional, agar ASEAN lebih tangguh menghadapi hambatan dan ketidakpastian," tutur dia.
Vietnam: Mitra Investasi Strategis Indonesia
Di sektor investasi, hubungan Indonesia dan Vietnam semakin erat. Salah satu pencapaian besar adalah komitmen perusahaan kendaraan listrik Vietnam, VinFast, yang berinvestasi sebesar USD 1,2 miliar untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi mereka di Asia Tenggara.
Selain itu, kedua negara juga telah menandatangani Letter of Intent untuk bekerja sama dalam pengembangan ekonomi digital dan peningkatan kapasitas teknis. Kolaborasi ini ditujukan untuk memperkuat infrastruktur, mendorong inovasi, dan menciptakan pertumbuhan yang inklusif serta berkelanjutan.
Peluang kerja sama strategis ke depan meliputi berbagai sektor seperti industri peralatan, perdagangan, jasa, kelistrikan, hotel dan restoran, serta perikanan.
"Di masa ketidakpastian ini, kita telah menunjukkan persahabatan sejati. Dan saya pikir acara hari ini menunjukkan bahwa Vietnam dan Indonesia dapat bekerja sama untuk mengurangi risiko ketidakpastian global. Kita perlu tetap optimis terhadap masa depan kita, dimana kawasan kita bersatu, terintegrasi, berdaya saing, berkomitmen untuk mempertahankan tatanan perdagangan multilateral yang terbuka, tangguh, dan berwawasan ke depan, serta mempromosikan perdagangan dan investasi untuk bergerak maju dan mendorong lebih banyak kolaborasi antarmasyarakat,” pungkas Menko Airlangga.