Liputan6.com, Jakarta Investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia terlihat meningkat dalam lima tahun terakhir. Namun, diperlukan adanya regulasi baru dalam bentuk undang-undang untuk menangkap potensi kedepannya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyampaikan riset internasional mengenai investasi hulu migas RI cenderung positif, baik dari sisi nilai maupun kebijakan fiskal. Sementara itu, skor dari aspek hukum masih terpantau stagnan.
Dalam laporan IHS Markit (S&P Global) per Juni 2025, rating hulu migas Indonesia dalam aspek legal and contractual dalam 5 tahun terakhir relatif stagnan pada skor 5,34. Dalam aspek legal & contractual ini, iklim investasi hulu migas Indonesia ada pada peringkat ke-13 dari 14 negara di kawasan Asia Pasifik.
"Secara khusus, di dalam aspek legal & contractual ini, disebutkan bahwa keberadaan Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) yang baru sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum, contract sanctity dan stabilitas fiskal yang lebih baik," ucap Komaidi dalam ReforMiner Notes, Senin (11/8/2025).
Dia memandang penerbitan Undang -Undang Migas yang baru merupakan kebutuhan mendesak dan perlu menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo. Penerbitan undang-undang baru juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003, No. 20/PUU-V/2007, dan No. 36/PUU-X/2012. Utamanya, menegaskan pentingnya penataan ulang sistem pengelolaan migas nasional agar selaras dengan ketentuan dan semangat UUD 1945.
"Urgensi ini tidak hanya sekedar untuk meningkatkan overall attractiveness rating iklim investasi hulu migas Indonesia, tetapi juga dalam mendukung agenda strategis pemerintah mewujudkan swasembada energi dan meningkatkan ketahanan energi nasional," kata Komaidi.
Bahas Aturan Tata Kelola Migas-EBT
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung akan melakukan perbaikan tata kelola sektor ESDM. Termasuk melakukan perbaikan regulasi yang mengaturnya.
Yuliot mengatakan, perbaikan regulasi soal tata kelola ini telah dibahas dengan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
"Dengan Menteri Hukum, itu banyak regulasi, regulasi perbaikan tata kelola yang kita lakukan itu pembahasan. Jadi, ini di ESDM sendiri, ini kita perlu melihat itu berbagai sektor yang ada, subsektor yang ada di Kementerian ESDM," ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Sektor EBT-Minerba
Dia menuturkan, perbaikan meliputi energi baru terbarukan (EBT), minyak dan gas bumi (migas), hingga mineral dan batubara (minerba). Perbaikan tata kelola itu perlu mendapat dukungan dari payung hukumnya, yakni regulasi.
Meski begitu, Yuliot tak berbicara lebih lanjut mengenai regulasi apa saja yang jadi fokus perbaikan.
"Jadi, ini kita lagi lakukan perbaikan-perbaikan tata kelola, sehingga membutuhkan perbaikan regulasi. Itu yang kami bahas dengan Pak Menteri Hukum kemarin," tutur dia.
Perhatian Menteri ESDM
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia resmi melantik Rilke Jeffri Huwae sebagai Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) di lingkungan Kementerian ESDM. Pelantikan berlangsung di Jakarta, Rabu, 25 Juni 2025.
"Tadi kami melantik Dirjen Gakkum, dirjen baru, karena ini amanah undang-undang, khususnya di Minerba (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Mineral dan Batu Bara),” ujar Bahlil usai acara pelantikan.
Bahlil menegaskan, setelah terbentuknya Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, segala bentuk sengketa maupun persoalan hukum di sektor energi dan sumber daya mineral, termasuk pertambangan ilegal, akan diselesaikan langsung di lingkup kementerian.