Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto buka suara mengenai klausul data pribadi dalam kesepakatan tarif impor dengan Amerika Serikat (AS). Data pribadi yang dimaksud merujuk pada data yang biasa diberikan pengguna saat mengakses layanan digital.
Airlangga menyampaikan data yang bisa diakses secara lintas batas biasanya berupa data pribadi yang biasa diisi oleh pengguna. Misalnya, ketika masyarakat menggunakan layanan mesin pencari seperti Google, dan Bing. Serta, data yang diberikan ketika membuat akun e-commerce.
"Kalau terkait dengan data pribadi itu sebetulnya beberapa data pribadi kan sebetulnya merupakan praktik dari masyarakat pada saat daftar di Google, di Bing, melakukan e-commerce dan yang lain," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Dia menjelaskan, data-data yang diberikan biasanya berupa alamat surel atau email. Indonesia dan AS sepakat untuk mengatur tata kelola penggunaan data itu.
"Pada saat membuat email, akun, itu kan data upload sendiri dan data-data gini tentu ini data pribadi dan bagi kesepakatan Indonesia dan Amerika adalah membuat protokol untuk itu," tegasnya.
Contoh lainnya, kata Airlangga, adalah data yang diisi pengguna ketika mengakses layanan digital. "Semua kan masing-masing pribadi pada saat download news atau mau subscribe media. Kadang-kadang kita ditanya email, kalau enggak, beritanya tidak ditampilkan. Jadi sebetulnya ini dasar daripada praktiknya saja," tuturnya.
Pemerintah Tak Setor Data Pribadi ke AS
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah Indonesia tak menyetorkan data pribadi masyarakat ke pemerintah Amerika Serikat (AS). Data yang dimaksud dalam kesepakatan pun bukan merupakan data pribadi bersifat krusial.
Hal ini merepons pernyataan Gedung Putih berkaitan dengan perkembangan negosiasi tarif impor antara Indonesia dan AS. Dalam lembar fakta yang dirilis, ada kemungkinan pemindahan data pribadi dari Indonesia ke AS.
"Jadi sebetulnya data ini yang isi masyarakat sendiri-sendiri pada saat mereka mengakses program. Tidak ada pemerintah mempertukarkan data secara government to government," kata Menko Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Atas Persetujuan Pengguna
Dia menjelaskan, data yang bisa dipindahkan itu merupakan data dasar atas persetujuan dari masing-masing pengguna. Dia mencontohkan praktik berlangganan yang membutuhkan beberapa data tertentu untuk dimasukkan.
"Tapi adalah bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut bisa memperoleh data yang memperoleh konsen dari masing-masing pribadi," ucap Airlangga.
"Semua kan masing-masing pribadi pada saat download news atau mau subscribe media. Kadang-kadang kita ditanya email, kalau enggak beritanya tidak ditampilkan. Jadi sebetulnya ini dasar daripada praktiknya saja," sambung dia.
Data Pribadi dalam Lembar Fakta Rilisan AS
Sebelumnya, Gedung Putih melalui situs web-nya pada Selasa (22/7/2025) merilis dokumen berjudul "Lembar Fakta: Amerika Serikat (AS) dan Indonesia Capai Kesepakatan Dagang Bersejarah."
Salah satu ketentuan dalam kesepakatan dagang antara Indonesia dan AS adalah berkaitan dengan isu perlindungan data pribadi.
"Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk memindahkan data pribadi ke luar wilayahnya ke AS dengan cara mengakui AS sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai sesuai dengan hukum Indonesia. Perusahaan-perusahaan AS telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun," bunyi lembar fakta tersebut.