Liputan6.com, Jakarta - Minat investor global termasuk investor domestik tinggi terhadap Kangaroo Bond, surat utang negara (SUN) berdenominasi dolar Australia perdana RI. Hal ini ditunjukkan dari penawaran yang masuk mencapai 10 kali lipat dari target.
“Tingginya minat investor global termasuk investor domestik Australia ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi dan kredibilitas pengelolaan fiskal Indonesia,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, seperti dikutip dari Antara, Jumat (8/8/2025).
Pemerintah mengumumkan secara resmi pembukaan penawaran perdana penerbitan Kangaroo Bond pada 7 Agustus 2025 yang terdiri dari dua seri, yakni RIAUD0830 dan RIAUD0835 dengan nilai penerbitan masing-masing 500 juta dolar Australia (Rp5,3 triliun) dan 300 juta dolar Australia (Rp3,18 triliun).
Penawaran ini berhasil menarik minat investor global, termasuk investor yang berbasis di Australia, hingga mencapai total orderbook sekitar 8 miliar dolar Australia (Rp84,8 triliun).
Tingginya permintaan tersebut memungkinkan Pemerintah untuk menetapkan tingkat imbal hasil (yield) akhir yang lebih kompetitif dibandingkan level penawaran awal (Initial Price Guidance).
Imbal hasil seri RIAUD0830 dengan tenor 5 tahun turun sebesar 25 basis poin (bps), dengan final reoffer spread ditetapkan pada level Semi-Quarterly Asset Swap atau SQ ASW (ukuran perbandingan dengan benchmark obligasi swap di pasar AUD) +90 bps.
Sedangkan imbal hasil tenor 10 tahun RIAUD0835 turun 30 bps dengan SQ ASW +135 bps.
Dengan demikian, imbal hasil untuk tenor 5 tahun adalah 4,427 persen, sementara untuk tenor 10 tahun 5,380 persen.
“Penerbitan perdana Kangaroo Bond oleh Pemerintah Indonesia merupakan langkah strategis dalam rangka diversifikasi pembiayaan APBN, memperluas basis investor global, sekaligus menjadi milestone peningkatan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Australia,” kata Sri Mulyani.
Contoh Kemitraan
Sementara itu, Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers menuturkan, obligasi ini merupakan contoh kemitraan bidang ekonomi yang solid antara Australia dan Indonesia.
“Kami sangat senang melihat betapa cepat dan antusiasnya pasar dalam merespons obligasi Australian Dollar pertama dari Pemerintah Indonesia,” kata dia.
Hasil penerbitan ini secara umum akan digunakan untuk pembiayaan APBN tahun 2025. Obligasi yang diterbitkan pada transaksi kali ini memperoleh peringkat Baa2 oleh Moody's, BBB oleh Standard & Poor's, dan BBB oleh Fitch*.
ANZ, Standard Chartered Bank, dan UBS Bank bertindak sebagai Joint Lead Managers dalam transaksi ini.
Pemerintah Berancang-ancang Terbitkan Kangaroo Bond Agustus Ini
Sebelumnya, Pemerintah akan menerbitkan Kangaroo Bond, surat utang dalam bentuk mata uang dolar Australia, pada Agustus 2025.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan pertemuan dengan investor di Australia sebagai bagian dari persiapan penerbitan Kangaroo Bond.
Kepastian penerbitan Kangaroo Bond nantinya akan dipengaruhi oleh informasi dan timbal balik dari pertemuan investor serta hasil penilaian yang sangat hati-hati terhadap kondisi pasar.
“Apabila kondisi semuanya baik, kami berencana melakukan (penerbitan) pada bulan Agustus (2025),” ujar dia dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melansir Antara di Jakarta, Senin (28/7/2025).
Penerbitan Kangaroo Bond merupakan salah satu hasil penguatan kerja sama bilateral usai pertemuannya dengan Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers di sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Afrika Selatan.
Kedua pihak berkomitmen untuk memperkuat kerja sama Indonesia-Australia, salah satunya dengan mulai menerbitkan diversifikasi pembiayaan Kangaroo Bond.
Namun, Sri Mulyani menekankan penerbitan Kangaroo Bond akan dilakukan secara sangat hati-hati, mengingat penerbitan ini merupakan yang pertama. “Mengenai ukuran dan lainnya, ditunggu sampai keputusan dilakukan,” ujarnya.
Terkait rencana penerbitan Dim Sum Bond, obligasi berdenominasi yuan China, Sri Mulyani menyatakan pihaknya akan menggunakan pendekatan yang serupa.
Namun, kepastiannya akan diungkapkan pada semester II mendatang. “Waktunya di tahun 2025 ini dan tetap sesuai dengan strategi penerbitan surat berharga negara (SBN) 2025. Tentu kami masih akan melihat perkembangan dari penerimaan, belanja, dan situasi di kuartal III dan IV. Tapi, karena ini semester II, jadi nanti akan kami pertimbangkan secara sungguh-sungguh pada semester II,” tuturnya.