Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia kembali mencatat kenaikan pada perdagangan Selasa (22/7/2025), memperpanjang penguatan selama dua hari berturut-turut. Momentum positif ini terjadi di tengah pelemahan Dolar Amerika Serikat (AS) serta turunnya imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, tren ini sejalan dengan meningkatnya minat investor terhadap aset safe haven. Ketidakpastian global, baik dari sisi geopolitik maupun arah kebijakan moneter AS, membuat emas kembali menjadi primadona di pasar.
Saat berita ini ditulis pada Rabu (23/7/2025), harga emas diperdagangkan di kisaran USD 3.427, setelah sempat menyentuh level terendah harian di USD 3.383.
Sinyal Teknikal Masih Menyokong Tren Bullish
Secara teknikal, pergerakan harga emas menunjukkan pola bullish yang solid. Andy menjelaskan bahwa formasi candlestick dan indikator Moving Average mengindikasikan kecenderungan harga untuk terus membentuk higher high dan higher low.
"Jika tekanan beli tetap kuat, harga berpotensi menembus resistance kunci di level USD 3.436," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/7/2025).
Namun bila terjadi koreksi, support terdekat berada di USD 3.406, sebelum kemungkinan konsolidasi jangka pendek.
Faktor Fundamental: Emas Jadi Pelindung di Tengah Ketidakpastian
Di balik penguatan ini, berbagai faktor fundamental turut berperan. Ketidakpastian menjelang tenggat negosiasi dagang antara Uni Eropa dan Amerika Serikat memicu kekhawatiran pasar global, mendorong investor mencari perlindungan pada emas.
Selain itu, dinamika dalam negeri AS juga turut memengaruhi sentimen pasar. Komentar Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap peran non-moneter The Fed, termasuk pembengkakan anggaran dan potensi penyimpangan misi, menciptakan kekhawatiran akan intervensi politik.
Situasi makin panas usai Presiden Donald Trump kembali melontarkan kritik terhadap Ketua The Fed Jerome Powell. Ia bahkan menyiratkan kemungkinan mengganti posisi Powell, memperkuat ketidakpastian arah kebijakan moneter ke depan.
Imbal Hasil Turun, Dolar Melemah, Emas Diuntungkan
Pasar obligasi turut mencerminkan tekanan. Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun lebih dari lima basis poin ke 4,332%, sementara imbal hasil riil berada di 1,932%. Penurunan ini mendorong pelemahan Dolar AS, yang tercermin dari turunnya Indeks Dolar (DXY) sebesar 0,44% ke posisi 97,43. Kondisi ini memperkuat daya tarik emas, khususnya bagi investor global non-AS.
Meski didukung oleh berbagai sentimen positif, Andy Nugraha tetap mengingatkan pentingnya kewaspadaan.
"Meskipun tren jangka pendek XAU/USD masih bullish, volatilitas tetap tinggi. Sentimen pasar bisa berubah sewaktu-waktu, terutama jika ada perkembangan positif dari sektor perdagangan global," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa level USD 3.436 menjadi titik krusial untuk mengukur kekuatan lanjutan tren naik emas dalam waktu dekat.