Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengemukakan, sektor industri makanan dan minuman (mamin) Indonesia terus menunjukan kinerja positif. Ditandai dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 7,2 persen, dan sebesar 41,5 persen terhadap PDB industri non-migas.
Faisol mengatakan, industri makanan dan minuman adalah sektor strategis yang berperan penting dalam menopang perekonomian nasional.
Pada periode Januari-April 2025, ia menyebut sektor tersebut mencatatkan nilai ekspor sebesar USD 14,66 miliar atau setara Rp 240,42 triliun (kurs Rp 16.400 per dolar AS). Dengan nilai impor sekitar USD 4,23 miliar atau setara Rp 69,37 triliun.
"Dengan demikian, sektor ini masih melanjutkan tren surplus neraca perdagangan dengan nilai mencapai USD 10,43 miliar," kata Faisol Riza dalam pembukaan acara Business Matching dan Pameran Specialty Indonesia 2025 di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Selain kontribusi terhadap neraca perdagangan, ia melanjutkan, pemasukan investasi pada sektor industri makanan & minuman pun terus tumbuh.
"Investasi di sektor ini juga semakin tumbuh dan diminati oleh para investor, terlihat dari pertumbuhan realisasi investasi yang telah mencapai Rp 22,64 triliun pada triwulan I 2025," ungkap dia.
Dikaruniai Sumber Daya Hayati Melimpah
Tak hanya ekspor dan impor, Faisol turut menekankan penguatan industri dalam negeri. Khususnya dalam mengelola keragaman sumber daya hayati yang melimpah, sebagai modal penting bagi pengembangan industri pengolahan dalam negeri.
"Potensi ini terus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun global khususnya melalui peningkatan nilai tambah industri pengolahan kopi, teh, kakao, buah, dan susu," ujar dia.
Melalui Business Matching dan Pameran Specialty Indonesia 2025, Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Agro bakal menampilkan produk unggulan kopi, teh, kakao, susu dan buah yang telah dikurasi.
"Saya berharap ajang ini dapat membuka lebih banyak kolaborasi antara pelaku usaha specialty Indonesia dengan pelaku bisnis internasional. Sehingga brand image produk kita makin kuat dan dikenal di pasar global," tuturnya.
Mayoritas Negara ASEAN Kena Tarif Trump 19%, Indonesia Untung?
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif resiprokal untuk barang-barang impor dari negara ASEAN. Mayoritas dikenakan 19 persen, termasuk Indonesia.
Tak hanya Indonesia, beberapa negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Kamboja pun dikenakan tarif setara 19 persen. Namun, keputusan ini dinilai menimbulkan sisi dilematis bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menceritakan ulang, Trump awalnya berencana untuk mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap Indonesia. Sebelum pada akhirnya tarif tersebut diturunkan menjadi 19 persen setelah negosiasi pihak kedua.
Berdasarkan kesepakatan, Indonesia berkomitmen untuk membeli produk energi dari AS senilai USD 15 miliar (sekitar Rp 244,07 triliun), produk pertanian senilai USD 4,5 miliar (sekitar Rp 73,2 triliun), serta 50 pesawat Boeing, mayoritas tipe 777. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen menerapkan tarif 0 persen untuk produk impor AS.
"Tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0 persen, sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca perdagangan Indonesia," kata Bhima, Sabtu (2/8/2025).
Senada, Ekonom Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi mengatakan, kesepakatan dagang AS-Indonesia menempatkan RI dalam posisi yang tidak seimbang.
"Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, maka pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar, dan ruang bagi industrialisasi nasional pun semakin menyempit," ungkapnya.
"Apalagi dalam kerangka kesepakatan ini, Indonesia lebih terlihat sebagai pasar konsumtif yang pasif, bukan mitra dagang yang setara dan berdaulat," dia menekankan.
9 Negara Dipatok Tarif oleh Trump
Total 9 negara ASEAN telah dikenakan tarif resiprokal oleh Trump. Selain Indonesia-Malaysia-Filipina-Thailand-Kamboja, negara lain musti menerima putusan lebih besar. Semisal Vietnam yang terkena 20-40 persen, Brunei Darussalam 25 persen, serta Laos dan Myanmar sebesar 40 persen.
Di sisi lain, Singapura masih berjuang untuk mencapai kesepakatan final dengan Washington DC.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan menyatakan, cara yang lebih efektif bagi ASEAN untuk mengatasi tarif resiprokal AS adalah memperkuat upaya integrasi ekonomi.
"Hanya dengan memperkuat integrasi ekonomi, membangun mekanisme akses pasar timbal balik, dan mendorong kerja sama regional, baru negara-negara ASEAN dapat memperjuangkan kepentingan yang lebih besar dan mewujudkan kemakmuran bersama dalam lingkungan perdagangan internasional yang tidak adil," tuturnya.
"Hanya dengan persatuan, negara-negara ASEAN dapat menduduki posisi yang lebih menguntungkan dalam persaingan globalisasi," dia menegaskan.