Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan mutu dan kualitas beras harus sesuai dengan informasi yang tertera dalam kemasan. Jika tidak, artinya itu merupakan tindakan penipuan.
Hal ini menyusul pengungkapan 5 merek dari 3 perusahaan yang diduga menjual beras oplosan. 5 merek tersebut terbukti tidak memenuhi standar mutu atas klaim kemasan beras premium.
"Jadi tugas kita semua untuk memastikan bahwa informasi pada kemasan yang di luar, itu isi produknya sama persis. Kalau tidak sesuai, artinya itu penipuan. Kita semua perlu corrective action. Mulai dari timbangan, mutu beras, berat, itu semua benar-benar harus sesuai," tegas Arief dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).
Persoalan beras ini telah menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Baik dari harga beli gabah kering panen (GKP), hingga dampaknya ke petani.
"Jadi kita punya Presiden yang hari ini sangat memerhatikan petani, peternak, dan masyarakat. Jadi tolong jangan main-main mengenai kualitas beras," ucap dia.
Adapun persyaratan mutu beras yang harus dipatuhi produsen telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Misalnya untuk kelas mutu beras premium harus mengandung butir patah maksimal 15 persen, sedangkan beras medium maksimal 25 persen.
Jika terdapat produk beras mengandung butir patah melebihi ambang batas tersebut, maka dapat dikategorikan kelas mutu beras submedium dan pecah. Dengan itu, seharusnya harga yang melekat pun jauh lebih rendah daripada kelas mutu beras premium dan medium.
Masyarakat Perlu Cermat
Masyarakat diimbau untuk semakin cermat dan jeli saat memilih beras, terutama beras kemasan. Suatu beras kemasan wajib memuat keterangan setidaknya antara lain klasifikasi beras (beras umum atau khusus), nama jenis (beras pecah kulit, sosoh, merah, varietas lokal, organik atau lainnya), logo halal, nama dagang, kelas mutu (medium atau premium), berat bersih, nomor pendaftaran, tanggal produksi, nama dan alamat produsen/pengemas/importir.
"Perlu dijelaskan ke masyarakat bahwa beras apabila sudah di dalam kemasan, itu isinya harus sesuai dengan yang ada di kemasan. Apakah itu tergolong premium atau medium. Semua harus sesuai. Tapi kalau terhadap beras bulk atau loose (beras curah), itu memang agak sulit," kata Arief.
"Mengenai timbangan, kalau di kemasan sudah disampaikan 5 kilogram, artinya beratnya harus 5 kilogram. Tidak boleh kurang, tapi kalau mau lebih, silakan. Jadi ini menjadi koreksi semua pihak, termasuk retailer, penggilingan padi, sampai pabrik beras. Apalagi Bapak Presiden sangat concern dengan hal-hal yang bisa membuat masyarakat merugi. Beliau tidak mau ada itu," sambungnya.
Polri Umumkan 5 Merek Beras Oplosan
Satgas Pangan Polri meningkatkan status penanganan perkara dugaan kecurangan produsen beras terkait ketidaksesuaian mutu dan takaran, dari penyelidikan ke penyidikan. Kesimpulan awal, ada lima merek dagang beras oplosan yang melakukan pelanggaran.
“Dengan melakukan penyelidikan terhadap 212 merek tersebut, kita lakukan penelusuran bekerjasama dengan kementerian yang terkait, mendapatkan data sampai dengan hari ini ditemukan ada 52 PT sebagai produsen beras premium dan 15 PT sebagai produsen beras medium,” tutur Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
Dari temuan tersebut, kata Helfi, pihaknya menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan ke lapangan, baik terhadap pasar tradisional maupun modern untuk pengambilan sampel beras premium maupun medium. Kemudian dilanjutkan pengecekan atas sampel tersebut ke laboratorium.
Tak Penuhi Standar Mutu
“Namun sampai dengan hari ini, kita baru mendapatkan sembilan merek, dan 5 merek yang sudah ada hasilnya, yaitu beras premium yang tidak memenuhi standar mutu,” jelas dia.
Helfi merinci, tiga perusahaan dan lima merek beras yang diduga melakukan pelanggaran adalah PT PIM dengan merek Sania; PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen; serta Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
“Dari hasil penyelidikan tersebut, penyidik mendapatkan fakta bahwa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu melakukan produksi beras premium dengan merek yang tidak sesuai standar, standar mutu yang tertera pada label kemasan yang terpampang di kemasan tersebut. Menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional, artinya dengan teknologi yang modern maupun manual,” ungkapnya.