Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,25%

10 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen pada Juli 2025. BI menurunkan suku bunga (BI Rate) sebesar 25 basis poin dari level sebelumnya.

Keputusan ini diambil usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 15-16 Juli 2025. "Berdasarkan asesmen proses maupun risiko yang dihadapi kedepan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers, Rabu (16/7/2025).

Bank Indonesia juga turut menurunkan suku bunga deposit facility sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Serta, suku bunga lending facility turun 25 basis poin menjadi 6 persen.

Perry menegaskan keputusan ini diambil sejalan dengan semakin rendahnya perkiraan inflasi pada 2025 hingga 2026. Perry memprediksi inflasi masih berada pada kisaran 1,5-3,5 persen.

"Ke depan Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap pertahankan stabilitas rupiah," ucap Perry.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lesu pada pembukaan perdagangan, Rabu pagi, 16 Juli 2025, Rupiah turun tiga poin atau 0,02% ke posisi 16.270 per dolar AS dari sebelumnya 16.267.

Mengutip Antara, Rabu pekan ini, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi data inflasi konsumen Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar.

"Data inflasi konsumen AS yang dirilis lebih tinggi dari ekspektasi pasar semalam, menjaga dolar AS tetap menguat," ujar dia seperti dikutip dari Antara.

3 Risiko Jika Bank Indonesia Terus Tahan BI Rate

Sebelumnya, Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan saat ini memang memiliki pertimbangan tersendiri, terutama dalam konteks stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi domestik.

Namun, jika kebijakan suku bunga dipertahankan terlalu lama tanpa penyesuaian, ada beberapa risiko yang dapat timbul.

"Pertama, nilai tukar rupiah dapat terus berada dalam tekanan, karena daya tarik aset domestik bisa berkurang dibandingkan negara-negara lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (19/6/2025).

Kedua, pelemahan rupiah yang berkepanjangan dapat meningkatkan inflasi impor, khususnya melalui kenaikan harga energi dan komoditas impor lainnya, sehingga berpotensi mendorong inflasi domestik lebih tinggi dari target BI.

Ketiga, investor asing bisa menjadi semakin berhati-hati atau bahkan menarik dana investasi portofolio mereka, sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan domestik.

Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.

Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, kestabilan nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kendati demikian, Josua menyebut untuk saat ini keputusan Bank Indonesia pertahankan BI Rate secara umum tepat. Hal itu guna mempertahankan momentum pemulihan ekonomi dan menjaga keseimbangan antara stabilitas inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar.

The Fed Pengaruhi Suku Bunga Acuan BI

Di sisi lain, Josua mengatakan, peran faktor eksternal memang sangat besar dalam kebijakan suku bunga BI dan nilai tukar rupiah saat ini. Kebijakan moneter The Fed menjadi sangat dominan karena langkah pengetatan suku bunga AS yang agresif akan mendorong penguatan dolar dan tekanan bagi negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

Kemudian, yang tak kalah mempengaruhi BI Rate adalah ketegangan geopolitik global, seperti konflik Iran-Israel dan ketidakpastian lainnya, juga berkontribusi terhadap meningkatnya volatilitas pasar global yang memicu capital outflow dari negara-negara berkembang ke aset yang dianggap lebih aman.

"Dengan demikian, BI akan terus mempertimbangkan perkembangan eksternal ini secara cermat dalam merumuskan kebijakan moneternya, agar dapat menjaga stabilitas rupiah tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi domestik," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |