Bahaya Rupiah Jadi Salah Satu Mata Uang Paling Loyo di Asia

3 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menunjukkan pelemahan, dengan posisi penutupan pada 9 Mei 2025 masih berada di kisaran Rp16.500 per dolar AS

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, mengatakan kondisi ini menempatkan rupiah sebagai salah satu mata uang di Asia yang menunjukkan kinerja kurang stabil terhadap dolar Amerika Serikat.

“Kalau kita bicara perkembangan rupiah saat ini, ini penutupan di hari tanggal 9 Mei kemarin di sekitar masih Rp16.500-an, artinya memang kita bicara kondisinya, memang sejauh ini rupiah masih menjadi salah satu currency di Asia yang mengalami kelemahan terhadap dolar AS,” kata Josua saat ditemui di kantor Permata Bank, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Salah satu faktor utama di balik tekanan terhadap rupiah adalah ekspektasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.

Perkiraan tersebut turut memicu aksi jual bersih oleh investor asing di pasar saham, karena prospek pertumbuhan ekonomi dinilai memiliki dampak langsung terhadap potensi keuntungan korporasi.

“Karena biasanya kalau kita bicara selain sentimen, investor di pasar saham pun juga mempertimbangkan bagaimana prospek pertumbuhan ekonomi yang akan berimplikasi nantinya kepada corporate earnings, sehingga ini menjadi salah satu faktor yang juga mempengaruhi juga kinerja di nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Pasar Obligasi Lesu, Saham Teknologi Tumbuh 84%

Selain pasar saham, tekanan juga dirasakan di pasar obligasi. Saat ini, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia masih berada di bawah level 6,8–6,9 persen. 

“Obligasi pun juga kalau kita melihat saat ini, pasar obligasi yield-nya pun juga masih bergisar di bawah 6,8-6,9 persen,” ujarnya.

Adapun kata Josua, di tengah berbagai tekanan tersebut, sektor teknologi menjadi sektor yang menunjukkan performa paling kuat secara tahunan, dengan kenaikan signifikan sebesar 84 persen.

“Kalau kita lihat secara spesifik misalkan di pasar saham, sampai dengan penutupan akhir minggu, akhir ya ini masih secara tahun kalender ya, masih kinerja saham-saham sektor teknologi masih berkinerja yang masih paling baik, 84 persen,” jelasnya.

Dampak Trade War, Ekonomi Indonesia Dikoreksi

Di sisi lain, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut memperburuk prospek ekonomi global. Oleh karena itu, Permata Bank telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke bawah, dengan mempertimbangkan dampak langsung dari tarif resiprokal yang memengaruhi kinerja ekspor nasional.

Namun kita perlu nanti perlu mencermati juga ya, “kalau kita bicara trade war ini ataupun perang dagang antara Amerika Serikat dan juga China, secara umum mungkin kami dapat sampaikan bahwa kami mempertimbangkan dan sudah merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini,” pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |