Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak meragukan angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sebesar 5,12 persen. Kalangan pengusaha memandang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu juga dilihat dari kondisi di lapangan.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan, penghitungan pertumbuhan ekonomi memang ada di tangan pemerintah dengan berbagai faktor-faktornya. Bagi pengusaha, hal tersebut bukan sebatas bicara angka, tapi kondisi sebenarnya di lapangan.
"Jadi kalau kami melihatnya bukan cuma angka tapi bagaimana kondisi di lapangan dan bagaimana kita bisa terus melakukan perbaikan-perbaikan," kata Shinta saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
"Jadi pertumbuhan ekonomi adalah satu angka yang tentunya ditetapkan oleh pemerintah. Tapi kondisi di lapangan ini yang kami hadapi. Jadi ini yang kami terus memberikan masukan kepada pemerintah," imbuhnya.
Shinta menyatakan, penghitungan pertumbuhan ekonomi turut memasukkan aspek investasi, konsumsi rumah tangga, hingga belanja pemerintah. Di sisi pengusaha, ada sebagian sektor usaha yang mengalami ekspansi.
"Tentunya tergantung sektor, tergantung kondisi seperti apa. Kan kalau kita lihat kalau pertumbuhan ekonomi kan dasarnya macam-macam. Ada investasi, kalau kita lihat realisasi investasi bagus. Kemudian ada konsumsi, tentunya konsumsi rumah tangga, government spending. Jadi ada macam-macam unsurnya," terangnya.
Masih Ada Pelemahan Daya Beli
Shinta menilai masih ada pelemahan daya beli yang dirasakan di masyarakat. Meski begitu, pemerintah pun telah menggelontorkan sejumlah insentif. Langkah tersebut yang disinyalir berpengaruh.
"Kita melihat dengan kondisi di lapangan seperti apa tentunya yang tadi dikatakan pelemahan daya beli ya ada, kita masih melihat itu. Tapi kan pemerintah juga menggulirkan insentif-insentif," ungkapnya.
"Nah apakah itu kemudian sudah mulai berhasil. Tugas kami adalah terus memberikan masukan. Apa yang sudah jalan, apa yang belum jalan. Bahwa angka itu ditetapkan seperti itu, ya itu ininya pemerintah dasar-dasarnya," Shinta menambahkan.
Analisis Lebih Lanjut
Shinta bilang, ada kemungkinan para pakar menganalisa lebih lanjut angka pertumbuhan ekonomi yang diragukan tersebut. Dia pun tak bisa melarang hal tersebut.
Namun yang pasti, tugas pengusaha adalah untuk mengawal pergerakan ekonomi di Tanah Air. Serta, memberikan masukan kepada pemerintah sebagai landasan kebijakan kedepannya.
"Tapi buat kami, kami mengawal di dalam negeri. Apa yang terjadi, apakah sudah ada perbaikan. Kemudian apa yang kita butuhkan lebih lanjut," tegasnya.
Angka Pertumbuhan Ekonomi Diragukan
Diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai 5,12%. Secara angka, ini tampak sebagai pencapaian positif di tengah tantangan global dan domestik.
Namun, alih-alih disambut dengan optimisme, angka ini justru memicu banyak pertanyaan dari publik dan kalangan ahli. Salah satunya, Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai angka tersebut berdiri sendiri dan bertolak belakang dengan proyeksi banyak lembaga kredibel.
"Pada akhirnya, rilis angka pertumbuhan PDB sebesar 5,12% oleh BPS tidak membawa optimisme, melainkan justru menjelma menjadi sumber kecurigaan massal," kata Achmad dalam keterangannya, Kamis (7/8/2025).
Bank Dunia, IMF, hingga sejumlah lembaga riset domestik sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 4,7% hingga 4,95%.
Proyeksi Bank Indonesia menempatkan pertumbuhan antara 4,7%–5,1%, yang berarti angka rilis BPS melampaui batas atas estimasi paling optimistis. Hal ini dianggap tidak sejalan dengan kondisi riil di lapangan, seperti lemahnya konsumsi masyarakat, stagnasi investasi, dan penurunan ekspor.
Dia menilai, kesenjangan antara angka resmi BPS dan proyeksi lembaga-lembaga tersebut memunculkan pertanyaan besar apakah angka ini benar mencerminkan kondisi ekonomi yang sesungguhnya, atau justru menimbulkan krisis kepercayaan terhadap data resmi negara.