Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menekan Uni Eropa (UE) dengan tuntutan kebijakan perdagangan yang lebih ketat. Kali ini, Trump meminta tarif minimum sebesar 15% hingga 20% untuk semua impor yang berasal dari blok tersebut.
Melansir CNBC International, Minggu (20/7/2025), hal ini diungkap oleh Financial Times pada Jumat, mengutip sejumlah sumber yang mengetahui langsung proses negosiasi.
Menurut tiga narasumber yang disebut dalam laporan Financial Times, Donald Trump meningkatkan tuntutannya setelah berpekan-pekan proses negosiasi perdagangan antara AS dan Uni Eropa mengalami jalan buntu.
Pembicaraan tersebut sebelumnya bertujuan mencapai kerangka kerja perdagangan baru antara kedua kekuatan ekonomi besar dunia.
Dengan tenggat waktu yang ditetapkan Trump pada 1 Agustus 2025, prospek tercapainya kesepakatan tampak semakin suram. Negosiasi antara AS dan UE sejauh ini tidak menunjukkan kemajuan berarti.
Sebelumnya, Uni Eropa berharap bisa mendapatkan kesepakatan yang serupa dengan perjanjian dagang yang dimiliki Inggris dengan AS, di mana diterapkan tarif dasar sekitar 10% dengan pengecualian di sejumlah sektor tertentu. Namun, permintaan Trump kini jauh lebih tinggi.
Trump sendiri dikenal vokal dalam mengkritik neraca perdagangan antara AS dan Uni Eropa. Ia menyoroti surplus perdagangan barang UE terhadap AS sebesar 198 miliar Euro atau sekitar USD 231 miliar. Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan ketidakseimbangan yang harus segera diperbaiki melalui kebijakan tarif yang lebih tegas.
Namun, pejabat Uni Eropa menyampaikan pandangan berbeda. Mereka berargumen bahwa jika perdagangan jasa dan investasi juga dihitung, neraca perdagangan kedua pihak sebenarnya lebih seimbang. Di samping itu, pihak UE juga menyatakan komitmennya untuk meningkatkan pembelian minyak dan gas dari AS guna mempersempit defisit perdagangan tersebut.
Tarif Impor RI ke AS Turun Drastis ke 19%, Sinyal Kuat Diplomasi Prabowo-Trump
Sebelumnya, pemerintah Indonesia berhasil mencatat pencapaian penting dalam diplomasi perdagangan. Setelah melalui proses negosiasi yang intensif sejak April 2025, tarif impor produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat (AS) berhasil ditekan dari semula 32% menjadi hanya 19%.
Kesepakatan ini merupakan hasil komunikasi langsung antara Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Penurunan tarif ini membuka jalan bagi produk ekspor Indonesia, terutama sektor padat karya seperti garmen dan alas kaki, untuk lebih kompetitif di pasar AS yang sangat potensial.
Penurunan tarif ini menjadi salah satu yang terendah di kawasan, dan Indonesia pun tercatat sebagai negara pertama yang mencapai kesepakatan tersebut pasca pernyataan resmi Presiden Trump pada 7 Juli 2025 lalu. Langkah ini dinilai sebagai gebrakan awal dari arah baru hubungan dagang Indonesia-AS di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Negosiasi intens dilakukan melalui kunjungan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan timnya ke AS. Pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi AS sejak April menjadi landasan tercapainya kesepakatan ini.
“Dengan tarif baru yang lebih rendah, produk ekspor Indonesia, khususnya dari sektor padat karya, akan memiliki daya saing yang lebih kuat dibandingkan negara lain,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulis, jumat (18/7/2025).
Hal ini sekaligus memperkuat posisi Indonesia di tengah kompetisi perdagangan global yang semakin dinamis.
Dampak Jangka Panjang
Selain meningkatkan peluang ekspor, kesepakatan ini juga memberi kepastian bagi pelaku usaha nasional. Pemerintah melihat dampak jangka panjang dari penurunan tarif ini bisa mendorong relokasi industri ke Indonesia, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan arus investasi asing.
Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama Indonesia dan menjadi tujuan ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok. Produk garmen, alas kaki, serta komoditas unggulan seperti minyak sawit menjadi penyumbang utama ekspor ke AS. Perlindungan terhadap industri tersebut sangat krusial, mengingat potensi PHK besar jika pasar AS melemah.
Kesepakatan tarif ini juga dinilai adil dan seimbang. Pemerintah menegaskan bahwa sejumlah produk andalan AS seperti energi, pertanian, peralatan mesin, dan pesawat terbang tetap mendapat akses ekspor ke Indonesia, sehingga menciptakan hubungan dagang yang saling menguntungkan.