AHY: Puluhan Juta Masyarakat Pesisir Indonesia Rentan Terdampak Krisis Iklim

4 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyadari bahaya dampak krisis iklim. Setidaknya ada puluhan juta masyarakat pesisir yang rentan terkena dampaknya.

Dia mencatat, bencana alam akibat krisis iklim ini meningkat 134 persen sejak 2000. Ada 2,4 miliar pekerja yang terdampak global warming setiap tahunnya, dan kurang lebih ada 151 juta orang mengalami krisis pangan. 

"Di Indonesia sendiri, kita tahu bahwa terjadi kenaikan permukaan laut, kurang lebih 0,8 hingga 1,2 cm per tahun. Belum lagi berbicara garis pantai. Ada 1.800 km garis pantai yang kemudian masuk ke dalam kategori sangat rentan," kata AHY dalam Indonesia Connect by Liputan6 SCTV, ditulis Sabtu (2/8/2025).

Dia turut mewaspadai adanya peningkatan suhu 0,45-0,75 derajat celcius. Belum lagi bicara mengenai risiko gelombang tinggi. Hal ini akan berdampak pada wilayah pesisir.

AHY menegaskan, ada 17 ribu pulau yang harus dilindungi. Termasuk juga puluhan juga masyarakat pesisir yang paling rentan terdampak.

"Ini yang harus kita jaga bersama-sama, negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, 17 ribu pulau harus kita lindungi. Ada puluhan juta masyarakat yang berada di pesisir, pantai, dan semua menghadapi kerentanan," tegas dia. 

Pemerintah Tak Bisa Sendiri

Kendati perlu antisipasi, menurut dia, pemerintah Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Perlu keterlibatan dari setiap pemangku kepentingan terkait. 

"Oleh karena itu, pemerintah, negara harus hadir. Tetapi kami tentunya tidak bisa sendirian, pemerintah tidak mungkin sendirian," ujarnya.

"Kita harus melibatkan semua pihak, termasuk dari dunia usaha, swasta, dari akademisi, dari media, dari civil society, dan semua yang mencintai bumi kita, termasuk ingin Indonesia selamat dari segala tantangan iklim tadi," AHY menambahkan.

Dunia Hadapi Krisis Iklim

Diberitakan sebelumnya, Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut, bahwa saat ini dunia tengah menghadapi tantangan krisis iklim. Menurut SBY, cara pemerintah menangani krisis iklim menjadi penentu arah peradaban ke depan.

"Kita tahu bahwa dalam sejarah, banyak peradaban besar yang runtuh karena kegagalan mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alamnya,” kata SBY dalam Pidato Kebangsaannya soal gejala “The World Disorder and The Future of Our Civilization” yang digelar Institut Peradaban di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025).

SBY menjelaskan, hari ini dunia dihadapkan pada perang krisis iklim yang jauh lebih besar dan berskala global. “Not only climate change, tapi juga climate crisis,” ujar SBY.

Suhu bumi, lanjutnya telah meningkat 1,1 derajat celcius dibandingkan era praindustri. Kadar CO2 pun telah meningkat tajam sebesar 2,8 part per million (PPM) hanya dalam waktu setahun.

"Sisa kuota karbon dunia tinggal 200 gigaton yang bisa habis dalam satu dekade, dalam waktu 10 tahun jika tidak ditekan secara drastis,” ungkapnya.

Dampak Besar

SBY bilang, apabila krisis iklim ini gagal diatasi, termasuk oleh Indonesia, maka bukan hanya satu bangsa atau satu wilayah yang akan terdampak, tetapi seluruh umat manusia. Hasilnya, kata dia akan terjadi bencana sistemik, kekeringan panjang, kenaikan air laut, krisis pangan, dan migrasi besar-besaran.

"If we fail untuk membuat dunia sebelum tahun 2060, jika kita gagal membuat Indonesia 10 tahun 2060 menjadi net zero world, net zero Indonesia, selebihnya gelap. Ini real, bukan fiksi,” kata SBY.

Oleh karenanya, SBY menekankan mengatasi segala urusan iklim, para politisi harus percaya kepada ahlinya, yakni para ilmuan. Persoalan iklim, kata dia tidak bisa diselesaikan oleh kepentingan politik.

"Politisi harus percaya kepada saintis. Urusan climate change must be guided by science, not by politics,” ujar dia.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |