Tingkatkan Rasio Pajak, Coretax Jadi Andalan Pemerintah

3 weeks ago 23

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan pemerintah tetap memprioritaskan peningkatan rasio pajak nasional. Hal ini disampaikannya dalam acara Seminar PEFINDO dan S&P Global Ratings, Rabu (7/5/2025).

Suahasil menuturkan, Pemerintah memberi perhatian serius pada sisi penerimaan negara. Mobilisasi pendapatan menjadi agenda utama, dengan penekanan pada reformasi perpajakan melalui Coretax.

“Prioritas kita dalam anggaran adalah tentang mobilisasi pendapatan. Itu masih dalam agenda kita, dan kita harus meningkatkan rasio pajak kita. Niat untuk meningkatkan rasio pajak selalu ada. Kita melaksanakan reformasi pajak, yaitu coretax,” ujar Suahasil.

Suahasil menambahkan, pembahasan tentang Coretax, sudah berbeda dibandingkan Januari 2025. Menurutnya, Coretax dijalankan secara bertahap dan sistem Coretax sudah lebih stabil dibandingkan sejak awal 2025.

Terkait realisasi belanja, Suahasil menyebutkan meski realisasi belanja sempat melambat pada awal tahun karena proses penyesuaian, belanja kementerian mulai menunjukkan tren peningkatan pada bulan Maret.

Suahasil menyebutkan, penghematan bukan berarti pemotongan program, melainkan optimalisasi belanja agar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Renovasi sekolah dan peningkatan pelayanan kesehatan tetap berjalan sebagai bagian dari upaya membangun ekonomi yang inklusif.

"Saya senang untuk menyampaikan bahwa pada bulan Maret, belanja kementerian sudah meningkat dan itu sebenarnya membantu belanja pemerintah di kuartal pertama,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Suahasil menegaskan bahwa Indonesia telah menyiapkan strategi jangka panjang untuk menghadapi gejolak ekonomi global, termasuk kebijakan tarif impor yang digulirkan kembali oleh mantan Presiden AS Donald Trump.

Suahasil menyoroti pentingnya pendekatan diplomatik dan reformasi struktural sebagai tameng utama dalam menghadapi tekanan eksternal.

“Kita tidak berpikir tentang pembalasan, kita berpikir tentang bagaimana kita dapat menghubungkan situasi global ini dan memperkenalkannya dalam reformasi struktural kita,” ujar Suahasil.

Pernyataan ini merespons wacana kebijakan perdagangan proteksionis yang kembali mencuat di Amerika Serikat, terutama terkait potensi kenaikan tarif impor terhadap sejumlah negara mitra dagang.

Prabowo: Pajak yang Besar untuk Orang yang Berpenghasilan Besar

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto berjanji untuk melakukan kajian terhadap pengenaan pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak berpenghasilan tinggi. Janji itu disampaikan guna menjawab permintaan kelompok buruh, dalam acara peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). 

Pada kesempatan itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal lantas membisikkan kepada Prabowo, banyak buruh yang kini keberatan atas potongan PPh. 

Lantaran, kaum buruh dianggap hanya mendapat insentif hingga pesangon dan uang pensiun kecil, tetapi juga dihadapi kenaikan pajak progresif. Mendengar masukan itu, Prabowo berjanji untuk mengkaji ulang skema penerapan pajak. 

"Saya akan kembali pelajari masalah pajak. Pajak yang besar untuk orang yang penghasilannya besar. Lo (buruh) orang gajinya enggak besar, jadi ngapain dipajak. Itu nanti tugasnya Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional," kata Prabowo. 

Beberapa waktu lalu, Prabowo juga telah menekankan setiap kebijakan pemerintah harus selalu berpihak kepada rakyat banyak dan kepentingan nasional. Termasuk kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12 persen pada 2025, yang hanya untuk barang-barang mewah. 

"Pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah. Yaitu, barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu," ujarnya beberapa waktu lalu. 

Prabowo lantas mencontohkan beberapa barang mewah yang nantinya bakal terkena pungutan PPN 12 persen. Dalam hal ini, RI 1 menyebut beberapa barang super mewah yang hanya bisa dimiliki oleh kelompok super kaya, semisal jet pribadi hingga kapal pesiar. 

"Contoh, pesawat jet pribadi, itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar, yacht, kemudian rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah," paparnya.  

PPN 11 Persen untuk Barang/Jasa Umum

Di sisi lain, ia menyebut produk barang dan jasa untuk kepentingan umum masih tetap terkena PPN 11 persen. Yang berlaku mengikuti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dimana PPN 11 persen berlaku per 1 April 2022.

"Artinya, untuk barang dan jasa yang selain barang-barang mewah, tidak ada kenaikan PPN, yakni tetap sebesar yang berlaku sekarang sejak tahun 2022," imbuh Prabowo. 

"Untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, yang selama ini diberi fasilitas pembebasan atau dikenakan tarif PPN 0 persen, masih tetap berlaku," dia menegaskan. 

Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah memaparkan beberapa kelompok barang mewah yang akan terkena tarif PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Antara lain:

- Beras Premium: Jenis beras mahal dengan kualitas di atas rata-rata.

- Daging Premium: Termasuk daging wagyu dan kobe dengan harga jutaan rupiah per kilogram.

- Ikan dan Seafood Premium: Seperti ikan salmon, tuna, serta udang king crab.

- Buah-Buahan Premium: Buah impor dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan buah lokal.

- Layanan Pendidikan Premium: Sekolah bertaraf internasional dengan biaya mahal.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |