Meneropong Harga Emas Dunia pada Semester II 2025

8 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia catat rekor pada semester I 2025. Seiring kenaikan harga emas itu, komoditas logam mulia diprediksi konsolidasi pada semester II 2025.

Analis City Index dan Forex.com, Fawad Razaqzada menuturkan, harga emas dunia konsolidasi seiring permintaan aset safe haven menurun. Namun, kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan volatilitas saham akan tetap menjadi pendorong harga utama.

"Kenaikan harga emas yang luar biasa yang mendorong harga melampaui USD 3.000 pada pertengahan Maret berlanjut pada awal kuartal II, menutup paruh pertama 2025 yang luar biasa di mana emas naik 25%,” ujar Razaqzada seperti dikutip dari Kitco, Kamis (3/7/2025).

Harga emas telah naik dalam 6 dari tujuh kuartal terakhir, menghasilkan keuntungan sebesar 77% selama periode ini. Harga emas setelah reli awal sentuh rekor USD 3.500 pada April, kemudian emas sebagian besar mencerna keuntungan karena harga tetap mendekati rekor tertinggi meski tanda-tanda “kelelahan” meningkat.

"Saat kita memasuki paruh kedua 2025, pertanyaannya bukanlah apakah tren naik dalam jangka panjang emas tetap utuh, memang demikian, tetapi apakah laju kenaikan dapat berlanjut,” ujar dia.

Ia mengatakan, dengan emas yang sangat jenuh beli pada awal tahun, konsolidasi yang berkelanjutan sekarang tampak sehat dan perlu.

"Bahkan seharusnya koreksi tak mengejutkan pada semester II, mengingat kembalinya selera risiko dengan S&P memulihkan semua semua kerugian dari Februari,” ujar dia.

Ia mengatakan, selera risiko yang meningkat seharusnya berarti permintaan safe haven lebih rendah sehingga dapat membebani perkiraan emas yang bullish sebelumnya.

Dolar AS jadi Salah Satu Penggerak

Razaqzada menuturkan, dolar AS menjadi pendorong kemungkinan arah pergerakan emas. Ia mencatat kondisi terhadap dolar AS dan obligasi telah memburuk selama semester I 2025.

“Kegagalan pemerintah untuk mengendalikan utang dan defisit yang melonjak pada akhirnya dapat mengguncang pasar karena semakin banyak analis yang khawatir tentang keberlanjutan kebijakan fiskal AS,” ujar dia.

Ia menambahkan, hal yang tidak membantu adalah ketegangan kebijakan perdagangan kembali menjadi sorotan pada 2025, sementara RUU pemotongan pajak senilai USD 4,5 triliun yang belum didanai sedang dalam proses.

"Dengan perkiraan Moody’s tentang defisit yang mendekati 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2035 sulit untuk melihat kepercayaan penuh kembali ke pasar obligasi  negara, terutama ketika China juga dilaporkan kembali menarik kepemilikannya,” ujar dia.

Razaqzada menuturkan, indeks S&P 500 kembali sentuh rekor tertinggi menunjukkan investor tidak terlalu khawatir tentang utang dan defisit. “Namun, jika AS kembali mengalami penurunan peringkat kredit, aset berisiko dapat menjadi kacau,” ia memperingatkan.

“Skenario ini seharusnya meningkatkan perkiraan harga emas,” ia menambahkan.

Aksi Beli oleh Bank Sentral

Salah satu pendorong utama kekuatan emas yang akan terus berlanjut adalah pembelian oleh bank sentral. "Dipimpin oleh Bank Rakyat Tiongkok, lembaga-lembaga di seluruh dunia terus melakukan diversifikasi dari dolar AS," tulis Razaqzada.

"Selama tiga tahun terakhir, World Gold Council memperkirakan bahwa pembelian emas oleh bank sentral rata-rata mencapai lebih dari 1.000 ton per tahun—tren yang tidak terlihat sejak tahun 1960-an."

Ia mengutip Survei Cadangan Emas Bank Sentral WGC baru-baru ini, yang mengindikasikan 76% responden "percaya bahwa emas akan memiliki porsi yang cukup atau signifikan lebih tinggi dari total cadangan lima tahun dari sekarang, naik dari 69% tahun lalu."

Ia menambahkan dengan harga emas pada level saat ini, permintaan bank sentral mungkin akan menurun. "Karena harga tetap tinggi, keinginan mereka untuk terus mengakumulasi pada kecepatan ini kemungkinan akan memudar pada semester II," katanya.

“Perlambatan, bukan pembalikan, tren ini dapat sedikit membatasi kenaikan, terutama jika permintaan ritel dan ETF tidak meningkat.”

Permintaan Aset Safe Haven

Permintaan aset safe haven telah menjadi salah satu pilar terkuat yang mendukung reli emas, dan Razaqzada tidak melihat hal itu akan mereda terlalu jauh. "Meskipun ada sedikit penurunan dalam ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran, perang di Ukraina dan Gaza terus berlanjut saat kita memulai semester 2, dengan investor tetap skeptis terhadap resolusi yang cepat," katanya.

"Sampai saat itu, emas tetap menjadi lindung nilai default terhadap salah perhitungan dan eskalasi. Meski begitu, setiap de-eskalasi atau terobosan yang mengejutkan dalam negosiasi dapat mengurangi permintaan emas setidaknya untuk sementara waktu - terutama perang di Ukraina."

Ia menuturkan, tren naik yang kuat, sehingga level support di sekitar EMA 21 yang saat ini berada di dekat USD 3.170. Menjelang itu, garis tren 2025 menawarkan di level support di sekitar USD 3.280-USD 3.290. Ia juga menyoroti area USD 3.000-USD 3.100 sebagai level psikologis utama.

"Ini adalah batas yang kami tetapkan karena ini menandai level yang signifikan,” ujar dia.

Untuk potensi kenaikan emas, Razaqzada melihat level resistance signifikan pertama di posisi USD 3.435. “Di atasnya, tidak banyak resistensi lebih lanjut yang terlihat hingga level tertinggi pada April di USD 3.500,” ujar dia.

“Di luar puncak itu, kita akan kembali berada di wilayah yang belum dipetakan, yang berarti tidak ada yang bisa  menebak seberapa tinggi logam akan naik dari sana,” ujar dia.

Ia mengatakan, prediksi harga emas agak netral pada semester II 2025. Permintaan safe haven meski telah mencapai puncak, ada faktor lain yang dapat memberikan momentum pembelian baru untuk emas, terutama lebih banyak pembelian bank sentral di tengah kekhawatiran fiskal AS yang membara.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |