Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan produk ekspor dari Indonesia akan dikenakan tarif sebesar 19% dan menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan penetapan tarif sebelumnya yang mencapai 32%.
Hal ini menjadi capaian penting dari upaya negosiasi intensif yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menjaga akses pasar ekspor. Besaran tarif tersebut juga menjadi yang terendah dari sejumlah negara lainnya seperti Bangladesh (35%), Thailand (36%), Sri Lanka (30%), Malaysia (25%), Brunei (25%), Vietnam (20%), hingga Filipina (20%).
Keberhasilan penurunan tarif yang merupakan hasil kesepakatan tingkat tinggi antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang mencapai kesepakatan pasca surat resmi Presiden Trump pada 7 Juli 2025. Respons cepat Pemerintah Indonesia melalui negosiasi lanjutan pada 9 Juli 2025 di Washington D.C. langsung difinalisasi oleh kedua kepala negara sebagai bentuk komitmen bersama untuk menuntaskan pembahasan secara konstruktif.
“Saya bicara dengan Presiden Donald Trump ya Alhamdulillah juga penuh dengan alot. Akhirnya ada persepakatan. Kita juga ada, istilahnya, kita memahami kepentingan-kepentingan mereka. Mereka memahami kepentingan kita dan kita sepakati sekarang tarifnya dari 32 (persen) diturunkan jadi 19 (persen),” ujar Presiden Prabowo Subianto Rabu, 16 Juli 2025, dikutip dari keterangan resmi, Kamis (17/7/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo Subianto menegaskan komitmen mengedepankan kepentingan nasional dalam setiap proses negosiasi. Prabowo juga menyebut Presiden Donald Trump sebagai sosok negosiator yang tangguh, tetapi menekankan pentingnya dialog yang berkelanjutan hingga tercapainya kesepahaman yang seimbang bagi kedua belah pihak.
Penuh Perhitungan
Selanjutnya, Prabowo Subianto juga menekankan setiap keputusan yang diambil telah melalui pertimbangan yang cermat dan menyeluruh, serta mengedepankan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia sebagai prioritas utama dalam perumusan kebijakan ekonomi nasional.
"Semua sudah kita hitung. Semua kita berunding. Kita juga memikirkan. Yang penting bagi saya adalah rakyat saya. Yang penting saya harus lindungi pekerja-pekerja kita,” tegas Prabowo Subianto.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia sendiri secara intensif telah melakukan proses negosiasi tersebut sejak April 2025 lalu melalui kunjungan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan tim negosiasi ke AS untuk bertemu sejumlah perwakilan Pemerintah AS.
Ke depan, Pemerintah Indonesia akan terus melanjutkan penguatan kemitraan ekonomi strategis antara Indonesia dan AS melalui sejumlah dialog dan kerja sama konkret di berbagai sektor.
Pemerintah juga secara konsisten terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas hubungan dagang dengan seluruh negara melalui pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif dan berkelanjutan. Upaya secara aktif dan adaptif untuk menjalin kemitraan global tersebut menjadi pilar utama dalam memperkuat posisi Indonesia pada rantai nilai global serta menjaga terbukanya akses pasar.
Tarif Trump Turun Jadi 19%, Hipmi Apresiasi Upaya Pemerintah
Sebelumnya, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Akbar Himawan Buchari, mengapresiasi langkah pemerintah yang berhasil menurunkan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia dari 34 persen menjadi 19 persen. Ia menilai, capaian ini merupakan hasil dari diplomasi ekonomi yang intensif selama berbulan-bulan.
“Sejak April, pemerintah sudah all out agar tarif dari Amerika Serikat tidak terlalu tinggi. Upaya ini dilakukan secara terpadu oleh hampir seluruh menteri terkait, dengan Presiden Prabowo Subianto sebagai orkestratornya,” kata Akbar dalam keterangan tertulis, Rabu (16/7/2025).
Dia menuturkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi ujung tombak dalam negosiasi dengan pihak Washington. Namun, yang tak kalah menarik adalah strategi dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang secara terbuka menyatakan di hadapan DPR bahwa Indonesia akan membatalkan rencana impor minyak dan gas dari AS jika tarif tidak diturunkan.
“Saya baru berbincang dengan Bang Bahlil. Beliau cerita bahwa ancamannya benar-benar didengar oleh pihak Amerika. Hasilnya, mereka akhirnya melunak dan tarif diturunkan menjadi 19 persen,” ujar Akbar.
Bandingkan dengan Negara ASEAN, Indonesia Lebih Ringan
Meski masih tergolong tinggi, tarif 19 persen ini dinilai lebih ringan dibandingkan negara-negara ASEAN lain. Akbar menyebut Laos menghadapi tarif 40 persen, Thailand 36 persen, Malaysia 25 persen, dan Vietnam 20 persen.
Padahal, defisit perdagangan AS dengan Indonesia hanya sekitar USD 19 miliar. Sementara itu, Airlangga telah menyiapkan paket pembelian komoditas dan investasi dari AS senilai USD 34 miliar.
Menurut Akbar, nilai ini seharusnya mampu mengubah neraca perdagangan AS dari defisit menjadi surplus.
Tarif Tinggi Ancam Industri Padat Karya
Akbar menekankan pentingnya mendorong penurunan tarif lebih lanjut. Sebab, industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, perikanan, dan furnitur sangat bergantung pada pasar Amerika.
“Ekspor pakaian ke Amerika mencapai 60 persen, furnitur 59 persen, produk olahan ikan 56 persen, dan alas kaki 33 persen. Tarif yang tinggi bisa menurunkan permintaan, mengguncang ekspor, dan mengancam kelangsungan usaha,” jelasnya.