idEA: Pajak E-Commerce Perlu Masa Transisi dan Sosialisasi

19 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai implementasi di lapangan terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tetap membawa sejumlah tantangan administratif dan teknis.

PMK ini menunjuk marketplace sebagai pihak pemungut pajak atas transaksi penjualan barang secara elektronik.

Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan, menekankan bahwa PMK ini tidak menambah beban pajak baru bagi penjual, melainkan mengalihkan mekanisme pemungutannya ke platform digital.

“Marketplace memang tidak diwajibkan memverifikasi surat pernyataan omzet dari penjual, namun harus menyediakan sistem yang memungkinkan seller mengunggah dokumen tersebut dan menyampaikannya kepada sistem DJP. Surat tersebut wajib dicetak, ditandatangani, dan bermeterai. Ini memerlukan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik kepada para penjual,” kata Budi dalam keterangannya, Selasa (15/7/2025).

idEA menilai perlu adanya masa transisi yang cukup dan sosialisasi yang menyeluruh, terutama bagi pelaku UMKM yang belum terbiasa dengan administrasi perpajakan berbasis digital.

Konsensus Marketplace mengindikasikan perlu waktu setidaknya 1 tahun untuk persiapan ditunjuk sebagai pemungut pajak.

Di sisi lain, meskipun pajak dibebankan kepada seller, dalam praktiknya ada potensi beban tersebut diteruskan ke konsumen, tergantung strategi masing-masing penjual.

Dibutuhkan Sosialisasi yang lama

idEA juga mencatat bahwa kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki. Namun, kondisi ekosistem digital di Indonesia berbeda dan menuntut pendekatan implementasi yang sesuai dengan konteks lokal.

“Kami juga menunggu arahan lebih lanjut, termasuk komunikasi teknis yang komprehensif dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat menyesuaikan diri dengan baik. Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara adil dan proporsional, tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional,” ujar Budi.

Adapun di idEA baru menerima salinan resmi PMK 37/2025 pada 14 Juli 2025, sehingga saat ini pihaknya masih mempelajari isi detailnya secara menyeluruh.

“Secara prinsip, kami mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat kepatuhan pajak, termasuk di sektor e-commerce,” pungkasnya.

Dampak Pemungutan Pajak E-commerce

Penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bukan semata-mata untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan bahwa tujuan kebijakan ini lebih bersifat strategis dan jangka panjang. Fokus utamanya adalah membangun sistem perpajakan yang lebih patuh dan efisien secara administratif.

"Dampaknya tidak semata-mata langsung tahun ini akan kita rasakan," ujar Yon dalam Media Briefing di Jakarta, ditulis Selasa (15/7/2025).

Menurut Yon, dampak signifikan dari kebijakan ini baru akan terlihat dalam jangka menengah hingga panjang. Dengan kata lain, manfaat utama dari kebijakan ini tidak terletak pada nilai pungutan saat ini, tetapi pada pembentukan perilaku patuh terhadap pajak di masa depan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |