Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak sedikit melemah pada perdagangan Rabu, 16 Juli 2025. Harga minyak tergelincir seiring persediaan bahan bakar Amerika Serikat (AS) naik dan kekhawatiran tentang dampak ekonomi yang lebih luas dari tarif AS mengalahkan beberapa tanda peningkatan permintaan.
Mengutip CNBC, Kamis (17/7/2025), harga minyak Brent melemah 19 sen atau 0,3% ke posisi USD 68,52 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut 14 sen atau 0,2% menjadi USD 66,38.
Stok bensin AS naik 3,4 juta barel pekan lalu, berdasarkan Badan Informasi Energi atau the Energy Information Administration (EIA). Analis memperkirakan penurunan sebesar 1 juta barel.
Stok distilat yang meliputi solar dan minyak pemanas, naik 4,2 juta barel, menurut data EIA, jauh melampaui harapan kenaikan 200.000 barel.
Di sisi lain, persediaan minyak mentah turun 3,9 juta barel menjadi 422,2 juta barel pekan lalu, menurut EIA, melampaui perkiraan penurunan 552.000 barel.
"Saya pikir pasar kecewa melihat peningkatan besar dalam persediaan bensin dan sulingan karena kilang beroperasi mendekati level tertinggi tahun ini dalam mengubah minyak menjadi produk olahan,” kata Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow merujuk pada tingkat operasional kilang yang hampir 94% dari total kapasitas.
"Saya pikir investor juga kecewa melihat permintaan bensin turun tepat setelah 4 Juli karena kita sekarang berada di puncak musim berkendara di musim panas," ia menambahkan.
Jumlah produk yang dipasok untuk bensin, proksi permintaan, turun 670.000 barel per hari menjadi 8,5 juta barel per hari.
Perang tarif Presiden AS Donald Trump berlanjut, dengan Komisi Eropa mempersiapkan kemungkinan pembalasan jika perundingan dengan Washington gagal mencapai kesepakatan perdagangan untuk Uni Eropa.
Pada Senin, Trump mengatakan AS akan mengenakan "tarif yang sangat ketat" terhadap Rusia dalam 50 hari jika tidak ada kesepakatan untuk menghentikan perang di Ukraina.
Sentimen Harga Minyak
Harga berjangka suku bunga AS jangka pendek naik setelah laporan Trump kemungkinan akan segera memecat Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell, dengan para pedagang sekarang bertaruh pada penurunan suku bunga mulai September dan setidaknya satu lagi pada bulan Desember.
Trump mengatakan tidak berencana memecat Powell, tetapi menolak untuk mengesampingkan kemungkinan apa pun. Penurunan suku bunga biasanya mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan energi.
Membantu menjaga harga tetap rendah, aktivitas ekonomi AS sedikit meningkat dalam beberapa pekan terakhir, tetapi prospeknya netral hingga sedikit pesimistis, kata Federal Reserve pada Rabu, karena para pelaku bisnis melaporkan bahwa tarif yang lebih tinggi dari pemerintahan Trump memberikan tekanan ke atas pada harga.
Laporan bulanan OPEC pada Selasa memperkirakan ekonomi global akan membaik pada paruh kedua tahun ini. Brasil, Tiongkok, dan India melampaui ekspektasi sementara Amerika Serikat dan Uni Eropa sedang memulihkan diri dari tahun lalu, tambahnya.
Kilang-kilang minyak milik negara China meningkatkan produksi setelah menyelesaikan pemeliharaan untuk memenuhi permintaan bahan bakar kuartal ketiga yang lebih tinggi dan untuk memulihkan stok solar dan bensin di level terendah dalam beberapa tahun, kata para pedagang dan analis.
Barclays memperkirakan permintaan minyak China pada paruh pertama tahun ini tumbuh sebesar 400.000 barel per hari (yoy) menjadi 17,2 juta barel per hari.
Di sisi pasokan, serangan pesawat nirawak untuk hari ketiga di ladang-ladang minyak di wilayah semi-otonom Kurdistan Irak telah memangkas produksi minyak mentah sebesar 140.000 hingga 150.000 barel per hari, kata dua pejabat energi pada hari Rabu, karena kerusakan infrastruktur memaksa beberapa penutupan.
Harga Minyak Dunia Makin Murah, Ini Gara-garanya
Sebelumnya, harga minyak turun sedikit pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta), setelah tenggat waktu 50 hari yang diberikan Presiden AS Donald Trump bagi Rusia untuk mengakhiri perang Ukraina dan menghindari sanksi meredakan kekhawatiran pasokan langsung.
Dikutip dari CNBC, Rabu (16/7/2025), harga minyak dunia Brent berjangka turun 50 sen, atau 0,72%, ditutup pada USD 68,71 per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun 46 sen atau 0,69% dan ditutup pada USD 66,52.
“Fokusnya selama ini tertuju pada Donald Trump, ada kekhawatiran ia akan segera menjatuhkan sanksi kepada Rusia, dan kini ia memberikan waktu 50 hari lagi,” kata Analis Komoditas UBS, Giovanni Staunovo.
“Kekhawatiran akan pengetatan pasar yang akan segera terjadi telah mereda. Itulah berita utamanya," lanjut dia.
Harga minyak sempat naik karena potensi sanksi, tetapi kemudian melemah karena tenggat waktu 50 hari meningkatkan harapan bahwa sanksi dapat dihindari.
Jika Trump benar-benar menindaklanjuti dan sanksi yang diusulkan diterapkan. "Hal itu akan mengubah prospek pasar minyak secara drastis,” kata analis di ING.
“Tiongkok, India, dan Turki adalah pembeli terbesar minyak mentah Rusia. Mereka perlu mempertimbangkan manfaat membeli minyak mentah Rusia yang didiskon dengan biaya ekspor mereka ke AS,” demikian bunyi catatan ING.
Tarif Impor Trump
Trump mengumumkan senjata baru untuk Ukraina pada hari Senin, dan pada hari Sabtu mengatakan akan mengenakan tarif 30% untuk sebagian besar impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus, menambahkan peringatan serupa untuk negara-negara lain.
Tarif berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang dapat melemahkan permintaan bahan bakar global dan menekan harga minyak. Data menunjukkan ekonomi Tiongkok melambat pada kuartal kedua, sementara pasar bersiap menghadapi paruh kedua yang lebih lemah karena ekspor melemah, harga terus turun, dan kepercayaan konsumen tetap rendah.
Tony Sycamore, seorang analis di IG, mengatakan pertumbuhan ekonomi di China berada di atas konsensus terutama karena dukungan fiskal yang kuat serta peningkatan produksi dan ekspor bagi AS untuk mengalahkan tarif.
“Data ekonomi yang dirilis hari ini mengkhawatirkan. Data Tiongkok yang kurang menggembirakan hari ini memiliki implikasi langsung terhadap komoditas termasuk bijih besi dan minyak mentah,” ujarnya.
Di sisi lain, permintaan minyak diperkirakan akan tetap sangat kuat hingga kuartal ketiga, menjaga keseimbangan pasar dalam jangka pendek, ujar Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), menurut laporan media Rusia.