Liputan6.com, Jakarta Isu beredarnya beras oplosan tengah meresahkan masyarakat. Lantas, bagaimana cara membedakan beras premium asli yang tidak dioplos?
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membagikan cara membedakan beras kualitas premium yang sesuai standar dengan beras oplosan. Salah satu indikatornya adalah jumlah butir beras berkualitas baik dalam kemasan.
"Jadi, yang pertama perhatikan broken-nya (beras patah). Yang kedua, beras premium itu terlihat utuh," ujar Amran saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Senada dengan Amran, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, juga memberikan tips serupa. Ia menjelaskan bahwa jika dalam kemasan banyak terdapat butir beras patah, maka kemungkinan besar kualitasnya bukan premium.
"Kalau banyak patahannya, itu secara visual kelihatan. Banyak beras patahnya, itu hampir bisa dikategorikan sebagai beras medium, dengan kadar patah sekitar 25 persen. Sementara kalau banyak beras utuhnya, itu baru disebut premium," jelas Arief.
Standar Beras Premium
Menurut aturan yang berlaku, klasifikasi mutu beras premium mencakup:
- Butir patah maksimal 15 persen
- Kadar air maksimal 14 persen
- Derajat sosoh minimal 95 persen
- Butir menir maksimal 0,5 persen
- Total butir rusak, kapur, merah/hitam maksimal 1 persen
- Butir gabah dan benda asing harus nihil
Konsumen Mulai Resah
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat menurun akibat isu beras oplosan yang beredar di pasaran. YLKI pun mendesak pemerintah untuk membuka data kualitas beras yang dijual secara transparan.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, menyebut praktik penjualan beras oplosan dengan label premium adalah pelanggaran terhadap hak konsumen. Ia meminta agar para oknum produsen dan pengusaha beras yang nakal segera ditindak.
"Tindakan oknum penjual beras yang tidak sesuai standar menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Oleh karena itu, pemerintah harus menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas komoditas beras yang dijual," tegas Niti saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/7/2025).
YLKI Minta Penarikan Produk
Niti juga mendesak Kementerian Perdagangan untuk merevisi UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Menurutnya, perlu ada aturan tambahan yang memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran terkait komoditas esensial, termasuk bahan pangan.
Ia menuntut agar pelaku usaha menarik kembali produk beras yang tidak memenuhi standar.
"YLKI meminta pemerintah mengawasi dengan ketat peredaran beras di pasaran, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, serta tidak ragu menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang perlu melakukan recall terhadap produk yang tidak sesuai," ujarnya.
Sanksi Tegas untuk Pelaku
Niti juga mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman berat kepada perusahaan yang terbukti melakukan praktik pengoplosan beras.
"Tidak ada ruang kompromi bagi oknum penjual beras yang secara berulang melanggar standar demi keuntungan besar," kata Niti.
"Terhadap pelaku seperti ini, pemerintah seharusnya tidak perlu berpikir dua kali untuk menjatuhkan sanksi yang tegas," tambahnya.
Jika Anda ingin versi artikel ini dalam bentuk berita media online atau cetak dengan struktur lebih formal atau SEO-friendly, saya bisa bantu sesuaikan.