Sebelum Perang Tarif, Ekonomi China Tumbuh 5,4% pada Kuartal I 2025

2 days ago 12

Liputan6.com, Jakarta - China membukukan pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat secara tak terduga dalam tiga bulan pertama 2025, sebelum tarif penuh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mulai berlaku.

Pertumbuhan ekonomi China itu mengirimkan pesan optimistis tentang bagaimana negara itu akan hadapi perang dagang yang sedang berlangsung dengan AS. Demikian mengutip dari CNN, Rabu (16/4/2025).

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China mencapai 5,4% pada kuartal I 2025, menurut Biro Statistik Nasional pada Rabu pekan ini. PDB itu jauh lebih tinggi dari harapan lebih dari 50 ekonom yang disurvei oleh Reuters yang telah memperkirakan ekspansi sebesar 5,1% dan melanjutkan rangkaian pertumbuhan yang didorong oleh ekspor yang sangat kuat yang terlihat pada akhir 2024.

"Perekonomian nasional memiliki awal yang stabil dan baik, melanjutkan tren kenaikan. Namun, kita juga harus melihat lingkungan eksternal saat ini menjadi lebih kompleks dan parah, dan momentum pertumbuhan permintaan domestik yang efektif tidak mencukupi,” ujar Deputi Direktur NBS, Sheng Laiyun.

Pertumbuhan ekonomi di China, ekonomi terbesar kedua di dunia menjadi sorotan karena negara itu hadapi dampak perang dagang yang meningkat dengan Amerika Serikat (AS). Ditambah lagi dengan masalah ekonomi yang telah dihadapinya selama bertahun-tahun: krisis di sektor properti, penurunan harga, dan keengganan konsumen untuk berbelanja.

Data yang diumumkan oleh NBS mencakup pertumbuhan pada kuartal I, waktu yang sangat penting bagi hubungan perdagangan AS-China. Selama periode itu, Donald Trump memberlakukan dua putaran tarif dengan total 20% pada China terkait fentanil.

Angka-angka itu tidak termasuk dampak tarif timbal balik tambahan Trump pada impor China, yang mulai berlaku pada April. Tarif keseluruhan pada China sekarang melebihi 145%.

Data Ekonomi Lainnya

Ketika ditanya mengenai dampak tarif itu, Sheng mencatat China menentang hambatan tarif AS dan intimidasi perdagangan. Meskipun tarif itu akan memberikan “tekanan tertentu” terhadap ekonomi China, tarif itu tidak dapat mengubah tren umum perbaikan ekonomi jangka panjang China yang berkelanjutan.

"Fondasi ekonomi China stabil, tangguh, dan memiliki potensi besar, jadi kami memiliki keberanian, kemampuan dan keyakinan untuk menghadapi tantangan eksternal dan mencapai tujuan pembangunan yang ditetapkan,” ujar Sheng.

Sementara itu, pengeluaran dan produksi konsumen juga melampaui harapan dengan penjualan ritel meningkat 5,9% pada Maret dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Produksi pabrik juga naik 7,7% bulan lalu dibandingkan 5,9% pada Januari-Februari.

Kekhawatiran Perang Dagang

"Meskipun data bulanan pada Maret optimistis, kerusakan akibat perang dagang akan terlihat pada data makro bulan depan,” ujar Presiden dan Ekonom Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang.

Perang tarif antara AS dengan China menyebabkan Presiden AS Donald Trump mengenakan pungutan pada barang-barang China menjadi 145%. Terbaru, AS menaikkan barang China menjadi 245%.

Sebelumnya China membalas dengan pungutan pada barang-barang AS menjadi 125%. Tingkat bea masuk itu akan menghambat ekspor China dan mengurangi ekspansi ekonomi pada 2025.

"Pertumbuhan kemungkinan akan memburuk dengan cepat sejak kuartal kedua mengingat kecilnya kemungkinan negosiasi bilateral jangka pendek untuk menetapkan jalan keluar bagi kenaikan tarif 125%,” kata tim ekonomi Morgan Stanley.

Adapun beberapa bank investasi telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini. Sebagian besar ekonom meragukan China akan mencapai target resminya dengan alasan hambatan dari peningkatan substansial tarif AS atas barang-barang China.

UBS Group memprediksi pertumbuhan ekonomi China hanya naik 3,4% pada 2025. Hal ini seiring tarif AS hambat ekspor. Bank investasi itu memprediksi ekspor China akan turun sekitar 10% yang dinilai dalam dolar AS pada 2025.

China Bakal Luncurkan Stimulus

Ada antisipasi yang berkembang kalau pejabat China akan merilis langkah-langkah stimulus yang lebih kuat untuk meningkatkan konsumsi domestik dan pasar properti. Hal ini sebagai langkah hadapi potensi gangguan perdagangan.

"Urgensi untuk pelonggaran kebijakan lebih lanjut meningkat dan ekspansi fiskal kemungkinan akan melakukan sebagian besar pekerjaan berat untuk menstabilkan pertumbuhan, meskipun ini seharusnya masih belum cukup untuk sepenuhnya mengimbangi guncangan eksternal yang parah,” ujar Ekonom Goldman Sachs, Lisheng Wang.

Ekonom Morgan Stanley Robin Xing prediksi, otoritas China akan mempercepat langkah pelonggaran moneter pada kuartal kedua. Hal ini seiring pemotongan rasio persyaratan cadangan 50 basis poin dan pemangkasan suku bunga 15 basis poin.

"Beijing akan mempercepat penerbitan dan penyebaran obligasi konstruksi lokal dan meningkatkan program tukar tambah barang konsumsi dengan cakupan lebih luas atau subsidi yang lebih besar, serta mendorong pemerintah daerah untuk mengurangi persediaan perumahan,” ujar Xing.

Ia prediksi China luncurkan stimulus fiskal tambahan 1 triliun yuan hingga 1,5 triliun yuan pada semester II 2025. Untuk memberikan sebagian kompensasi terhadap guncangan tarif.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |