Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meminta kepada seluruh kepala daerah mulai dari bupati hingga gubernur untuk menambah keberadaan perkebunan kelapa sawit. Perintah ini dilontarkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2025-2029 di Gedung Bapennas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik melihat, pernyataan dari Presiden Prabowo Subianto ini sangat bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk memangkas emisi. Sekalipun dengan pertimbangan swasembada energi nasional, rencana ini lebih banyak meningkatkan emisi dan membuat Indonesia semakin jauh dari cita-cita transisi energi.
"Pembukaan hutan dengan alasan apapun sangat berbahaya dan merugikan," jelas dia dalam keterangan tertulis, Selasa (7/1/2025).
Aksi ini juga bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi dan turut berkontribusi dalam menurunkan suhu bumi, sesuai dengan Perjanjian Paris yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No 6 Tahun 2016.
“Pembukaan lahan hutan akan melepaskan emisi karbon dan semakin memperparah krisis iklim yang sudah terjadi," kata dia.
Iqbal menjelaskan, ancaman kekeringan, banjir dan kebakaran hutan akan semakin tinggi. Artinya upaya membuka hutan dengan alasan ketahanan pangan, energi, dan sumber air adalah alasan yang dibuat-buat, ini semata-mata hanya akan menguntungkan segelintir orang dari industri kelapa sawit.
Tak Punya Komitmen
Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia Amalya Reza Oktaviani menjelaskan, rencana perluasan lahan sawit 20 juta hektare jauh lebih besar dari yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 7/2021. Beleid ini mengalokasikan 12,8 juta ha hutan produksi konversi (HPK) sebagai cadangan energi dan pangan.
Padahal, pembukaan hutan alam seluas 4,5 juta ha saja untuk lahan energi atau pangan, akan melepaskan sebesar 2,59 miliar ton emisi karbon.
“Ini menunjukkan betapa pemerintah tidak punya komitmen reforestasi dan rehabilitasi hutan alam. Padahal di tengah ancaman krisis iklim, kita tidak punya kemewahan untuk melakukan deforestasi. Kementerian Kehutanan punya PR untuk menuntaskan tata batas kawasan hutan. Jangan bicara soal perluasan sawit tidak akan menimbulkan deforestasi, kalau tata batas dan tata kelola kawasan hutan kita belum beres,” ungkap Amalya.