Liputan6.com, Jakarta - Himpunan Kawasan Industri (HKI) buka-bukaan soal hilangnya investasi ratusan triliun rupiah untuk kawasan industri, akibat aksi dari sekelompok organisasi masyarakat (ormas).
Ketua Umum HKI Sanny Iskandar mengatakan, ormas kerap kali melakukan demo di dalam kawasan industri hingga mengganggu operasional pabrik. Beberapa pabrikan bahkan kena segel, hingga menghadang jalan keluar/masuk area industri.
"Modusnya memang begitu. Mereka melakukan unjuk rasa segala macam untuk nutup kawasan. Sehingga pabrik-pabrik itu enggak bisa keluar, enggak bisa masuk. Bahan baku enggak bisa masuk, barang jadi enggak bisa keluar. Akhirnya panik segala macam, akhirnya pabriknya nyerah," ungkapnya di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Kejadian itu membuat investor di kawasan industri jengah, sehingga menarik operasionalnya. Sanny menilai, kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai ratusan triliun rupiah. Bukan hanya akibat keluarnya industri dari kawasan, tapi juga investor yang mengurungkan niat masuk di dalamnya.
"Wah, itu usdah pasti kalau menurut saya itu bisa dikatakan, kalau dihitung semuanya ya, bukan cuman yang keluar, yang enggak jadi masuk juga, itu bisa ratusan triliun (rupiah) juga. Ada masalah perizinan, gangguan keamanan. Akhirnya itu jadi akumulasi," bebernya.
Menurut dia, angka kerugian totalnya bahkan sudah tidak bisa dihitung. Sebab, tak sedikit pabrikan yang tutup operasi gara-gara ormas, dengan sudah menaruh modal banyak untuk membangun industri.
"Bayangin, untuk membangun satu industri itu dia pinjam duit. Dia beli mesin-mesin teknologi tinggi, dia cari pasar gimana pembeli supaya mau beli. Itu aja udah pusing dengan persaingan global ini," ujar Sanny.
"Sekarang ditambahin disuruh ngadepin yang model-model kayak gitu, gangguan keamanan. Itu sesuatu yang enggak bisa diprediksi," dia menambahkan.
Keinginan Ormas
Bila merunut kejadian awal, Sanny menceritakan, ormas mulanya minta dilibatkan dalam operasional kawasan industri. Namun, seringkali status dari kelompok masyarakat berkedok ormas bersangkutan tidak jelas.
"Pertama itu audiensi. Tapi begitu audiensi dia menyampaikan, kami atas nama putra daerah dan segala macam, padahal itu orang-orang dari daerah gajelas juga, dari jauh-jauh juga. Pokoknya kita (ormas) minta jatah ini diberikan ke kita," urainya sembari menceritakan.
Sayangnya, pelaku industri yang kena todong tidak bisa asal melibatkan mereka. "Enggak bisa. Zaman sekarang perusahaan untuk menentukan segala sesuatu harus melalui proses tender," kata Sanny.
Tak hanya memalak, ormas bersangkutan juga kerap berebut limbah ekonomis industri. Bahkan sampai memicu pertikaian, demi mendapat limbah ekonomis semisal potongan logam dari industri elektronik atau otomotif.
"Itu kasarannya sampai tarung, istilahnya sampai kejadian tahun lalu waktu jaman pak Mahfud MD jadi Menko Polhukam, itu semuanya sudah ada datanya. Sampai tawuran, bacok-bacokan segala macam. Itu udah jadi pemandangan," bebernya.
"Bayangkan, kalau itu pas kejadian ada investor datang. Bagaimana investornya enggak mundur," keluh Sanny.
Kerap Terjadi di Bekasi dan Karawang
Sanny mengutarakan, aksi palak ormas ini beberapa kali terjadi di daerah-daerah yang punya sentra industri, semisal Bekasi, Karawang, Jawa Timur, hingga Batam.
"Saya rasa hampir merata, tapi memang daerah-daerah kantong industri lah. Ya, di daerah Bekasi, Karawang, pokoknya yang ada industrinya lah. Di Jawa Timur, Batam juga, pokoknya yang ada industri aja," tutur dia.
Ia menuturkan, aksi premanisme ormas lebih sering terjadi pada suatu kompleks industri yang berada di luar kawasan industri.
"Yang di kawasan industri masih lumayan ada pengelolanya. Yang di tempat-tempat luar kawasan, apalagi itu (lebih sering terjadi). Kalau tempat mereka di kawasan kan udah jauh dari pemukiman, jauh dari masyarakat lah. Akses masuknya juga khusus, ada portalnya segala macam," pungkas Sanny.