Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan alasan di balik kebijakan yang mewajibkan eksportir untuk menyimpan 100% Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) selama satu tahun. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2025.
Menurut Airlangga, langkah ini selaras dengan kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, guna menghindari praktik transfer pricing.
Mencegah Transfer Pricing dan Meningkatkan Transparansi
"Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk mencegah transfer pricing. Misalnya, jika Indonesia mengekspor barang dengan nilai USD 50, tetapi negara lain mengimpornya dengan nilai USD 70, maka terdapat selisih USD 20 yang tidak tercatat secara resmi. Dengan kebijakan ini, hal tersebut tidak akan terjadi," ujar Menko Airlangga dalam konferensi pers terkait DHE SDA di Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Meskipun kebijakan ini dinilai ketat, Airlangga optimistis bahwa penerapannya tidak akan mengganggu kelancaran operasional perusahaan. Eksportir masih dapat menggunakan DHE SDA untuk berbagai transaksi, seperti:
- Menukarkan ke rupiah melalui bank yang memiliki izin transaksi valuta asing.
- Membayar kewajiban pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
- Melakukan pembayaran dividen dalam bentuk valuta asing.
- Membayar barang dan jasa.
- Melunasi pinjaman terkait pengadaan barang modal dalam mata uang asing.
- Kewajiban DHE SDA untuk Keberlanjutan Ekspor Nasional
Kontribusi ke Ekspor
Airlangga menegaskan bahwa sektor sumber daya alam (SDA) memiliki kontribusi besar terhadap ekspor nasional. Pada tahun 2024, sektor-sektor seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan menyumbang hampir 62,7% dari total ekspor Indonesia, yang mencapai Rp264,7 triliun.
Secara rinci, ekspor dari sektor pertambangan tercatat hampir Rp102,8 triliun, sektor perkebunan Rp46,7 triliun, kehutanan Rp10,5 triliun, dan perikanan Rp6 triliun.
“Angka ini menunjukkan betapa pentingnya sektor SDA dalam perekonomian Indonesia dan sebagai salah satu sumber pendapatan utama negara,” ungkap Airlangga.
Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kewajiban penyimpanan DHE SDA sebesar 100% selama 12 bulan dalam sistem keuangan nasional. Kebijakan ini berlaku untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, dengan pengecualian sektor minyak dan gas bumi yang masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.
Memperkuat Devisa Negara dan Stabilitas Ekonomi
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat memperkuat cadangan devisa negara sekaligus memastikan sektor SDA dapat terus berkembang secara berkelanjutan.
Airlangga juga menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menjaga keberlangsungan usaha eksportir dengan memberikan fleksibilitas dalam penggunaan DHE. Beberapa jenis penggunaan yang diperbolehkan meliputi:
- Penukaran ke rupiah untuk kebutuhan operasional eksportir.
- Pembayaran kewajiban pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada pemerintah.
- Pembayaran dividen dalam bentuk valuta asing.
- Pembelian barang atau jasa, bahan baku, bahan penolong, serta barang modal yang belum tersedia di dalam negeri.
Sebagai langkah pendukung, pemerintah juga akan melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada eksportir dan perbankan guna memastikan implementasi kebijakan ini berjalan dengan baik.
“Sosialisasi dan bimbingan teknis akan terus dilakukan, baik kepada eksportir maupun perbankan, agar kebijakan ini dapat dipahami dan diterapkan dengan optimal,” pungkas Airlangga.